13.1. Determinan
Determinan sebuah matrix bujur sangkar adalah nilai real yang dihitung dari berdasarkan nilai elemen-elemennya, menurut rumus tertentu. Jika nilai determinan itu nol, matrix bujur sangkar tersebut singular, artinya tidak memiliki invers.
Untuk matrix A R2x2,
det (A) = det(0)= a11 a22 - a21 a12
sedang untuk A R3x3,
det (A) = det(0)
= + a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32
- a31a22a13 - a32a23a11 - a33a21a12
Tidaklah sulit untuk menghafalkan kedua rumus ini.
Nilai determinan sembarang matrix A Rnxn, det (A) dihitung lewat expansinya atas kofaktor-kofaktornya. Ekspansi atas dasar sembarang baris i menghasilkan
det (A) = 0
dengan kofaktor didefinisikan sebagai berikut
kof (i,j) = (-1)i+j det (Aij).
Disini Aij adalah matrix A dengan elemen-elemen baris i dan elemen-elemen kolom j dibuang. Sebagai contoh, matrix
A = 0
diexpansi atas dasar baris 3. Nilai determinan adalah
det (A) = a31 kof(3,1) + a32 kof(3,2) + a33 kof(3,3) + a34 kof(3,4).
Dalam hal ini,
kof (3,1) = (-1)3+1 det(0)
kof (3,2) = (-1)3+2 det(0)
kof (3,3) = (-1)3+3 det(0)
kof (3,4) = (-1)3+4 det(0)
Jika dilanjutkan, akan diketemukan det(A) = -216. Expansi atas dasar baris atau kolom lain haruslah menghasilkan hasil yang sama, karena
det(A) = det(AT).
Rumus expansi atas dasar kofaktor itu mengisyaratkan, bahwa seyogyanya expansi dilakukan atas dasar baris atau kolom yang paling banyak mengandung elemen dengan nilai nol. Atas dasar itu dengan mudah dapat ditunjukkan, bahwa determinan matrix segitiga adalah sama dengan perkalian nilai elemen-elemen diagonalnya.
13.2. Sifat determinan
Sifat determinan yang penting adalah dibawah ini:
det(A) = det(A)
det(AB) = det(A) det(B)
det(A+B) det(A) det(B)
Jika sembarang dua baris dipertukarkan tempatnya, nilai determinan berubah tanda.
Nilai determinan tidak berubah, jika elemen-elemen sebuah baris ditambah atau dikurangi dengan suatu kelipatan nilai real dari
elemen - elemen dari sembarang baris lain.
Karena det(A) = det(AT), kata “baris” dalam sifat (4) dan (5) dapat diganti dengan kata “kolom”.
Sifat (5) sering dipakai untuk mengevaluasi nilai determinan sebuah matrix. Jika dengan bantuan sifat (5) dapat ditunjukkan, bahwa matrix (asli) telah berubah sehingga semua elemen-elemen dalam salah satu baris atau salah satu kolomnya bernilai nol, maka nilai determinan adalah nol. Sebaliknya, jika situasi seperti itu tidak pernah dicapai, maka dikatakan bahwa kolom-kolom atau baris-baris matrix (asli) membentuk himpunan vektor yang secara linear bebas satu sama lain (“linearly independent”).
Sebagai akibat langsung dari sifat (2), jika A = LU, dengan L dan U diperoleh dari faktorisasi Doolittle, maka
det(A) = det(L)det(U)
= det(U)
= u11 u22 u33 ... unn.
yaitu hasil perkalian dari elemen-elemen diagonal dari U. Jadi proses faktorisasi, jika tidak mengalami kegagalan dengan sekurang-kurangnya sebuah elemen diagonal dari U bernilai nol, memberi pula nilai determinan dari matrix yang bersangkutan. Karena itu pada umumnya komputasi determinan tidak dikerjakan secara khusus.
Dalam praktek, penetapan nilai determinan juga bukan tahap komputasi yang penting, kecuali untuk kasus berikut.
13.3. Persamaan A x = 0
Tinjaulah persamaan linear A x = 0 . Diberikan A, berapa x? Tidaklah salah jika ditebak, bahwa x = 0 adalah sebuah penyelesaian. Penyelesaian ini bersifat trivial (sepele).
Apakah ada vektor x 0 yang merupakan penyelesaian persamaan linear tersebut?
Jawab atas pertanyaan ini dirumuskan dalam teorema berikut:
A x = 0 memiliki penyelesaian unik x 0 jika dan hanya jika
det(A) = 0.
Untuk membuktikannya, perhatikanlah bahwa teorema ini dapat dipecah dalam dua pernyataan:
Jika A x = 0 memiliki penyelesaian unik x 0, maka det(A) = 0.
Jika det(A) = 0, maka A x = 0 memiliki penyelesaian unik x 0 .
Kebenaran pernyataan 1 sekarang akan dapat ditunjukkan. Bertolak dari fakta bahwa “A x = 0 memiliki penyelesaian unik x 0“ maka dengan “det(A) 0” diperoleh x = A-1 0 = 0. Tetapi karena diketahui bahwa x 0 maka haruslah det(A) = 0.
Misalkan A Rnn. Pernyataan 2 akan dibuktikan dengan argumentasi induktif. Untuk n = 1, akan dibuktikan bahwa pernyataan itu benar. Selanjutnya dengan asumsi bahwa pernyataan itu benar untuk n = k, akan dibuktikan bahwa pernyataan itu benar pula untuk n = k+1. Maka berdasarkan kedua kenyataan tersebut, disimpulkan bahwa pernyataan benar untuk semua n.
Apakah pernyataan benar untuk n = 1? Persamaan linear untuk n = 1 adalah a11 x1 = 0. Karena a11 = 0 maka a11 x1 = 0 memiliki penyelesaian unik x1 0. Jadi untuk n = 1 pernyataan itu benar adanya.
13.4. Determinan matrix (A - I)
Penetapan determinan untuk matrix (A - I) sangat kritis dalam penetapan nilai pribadi (dibahas lebih lanjut dalam Bab 9). Karena nilai itu tergantung pada , maka hanya untuk matrix ukuran kecil saja sifat-sifat determinan dapat dimanfaatkan. Untuk sembarang matrix bukur sangkar berukuran n,
det(A - I) = n + c10 c3n-2 + ... + cn-1 + cn = 0
membentuk karakteristik matrix yang bersangkutan. Koefisien-koefisien ci polinomial tersebut dapat ditetapkan dari rumus Newton:
000 = - 0
dengan i : = tr (Ai)
Untuk sembarang matrix bujur sangkar B (bij), tr(B) trace matrix B, yaitu jumlah elemen-elemen diagonalnya. (Ingat: tanda negatif di ruas kanan persamaan jangan dilalaikan).
Matrix ini memiliki tr(A) = 15. Berturut-turut sekarang dapat dihitung:
A2 = 0 tr(A2) =155,
A3 = 0 tr(A3) =1884,
A4 = 0 tr(A4) = 23219,
A5 = 0 tr(A5) =286555.
Dengan menyelesaikan persamaan:
00 = - 0
diperoleh
c1 = -15,
c2 = 35,
c3 = -28,
c4 = 9
c5 = -1.
Persamaan karakteristik untuk matrix ini adalah:
det(A - I) = 5 - 15 4 + 35 3 - 28 2 + 9 - 1= 0.
Tentulah, det(A - I) = 0 akan dipenuhi oleh lima buah nilai pribadi (yang dapat berupa angka komplex). Untuk matrix ini, ternyata nilai-nilai pribadi tersebut adalah
1 = 0.2716,
2 = 0.3533,
3 = 0.5830,
4 = 1.4487,
5 = 12.3435,
yang dapat dicek dengan memasukkannya kembali ke dalam persamaan.
13.5. Teorema Cayley-Hamilton
Relasi penting telah dirumuskan dalam teorema yang diketemukan oleh Cayley dan Hamilton: “Matrix memenuhi persamaan karakteristiknya”. Maksudnya, jika dalam persamaan karakteristik,
det(A - I) = n + c1 + c2n-2 + ... + cn-1 + cn = 0
diganti dengan A, nilai real nol diganti dengan matrix nol 0, dengan
Ao = I, maka berlaku juga relasi
An + c1An-1 + c2An-2 + ... + cn-1A + cnI = 0.
Relasi ini, antara lain karena memberi peluang kepada penetapan
A-1. Untuk maksud itu, kalikan ruas kiri dan kanan dengan A-1:
A-1 (An + c1An-1 + c2An-2 + ... + cn-1A + cnI) = A-10 = 0
Maka, melalui penataan atas suku-suku ruas kiri, dihasilkan A-1:
A-1 : = - (An-1 + c1An-2 + c2An-3 + ... + cn-1I)
Rumus ini hanya digunakan untuk matrix ukuran kecil (mengapa?).
Diterapkan pada matrix dalam bab yang lalu, karena
c1 = -15, c2 = 35, c3 = -28, c4 = 9, dan c5 = -1, persamaan Cayley Hamilton memberi:
A-1 : = - (A4 - 15A3 + 35 A2 -28 A + 9 I).
Hasil dimuka dapat dimanfaatkan. Pembaca diundang untuk mencek bahwa hasilnya memang dibawah ini
A-1 = 0
Relasi Cayley-Hamilton juga memberi peluang bagi penetapan sembarang fungsi matrix f(A). Sekedar untuk memberi gambaran konkrit, misalnya ingin ditetapkan f(A) 0 A100 dengan A matrix berdimensi 5 diatas. Cara yang mudah adalah meninjau fungsi skalar f() = 100. Diketahui, bahwa jika f() ibagi dengan polinomial karakteristik
(n + c1+ c2n-2 + ... + cn-1 + cn), maka tidaklah sulit untuk difahami, bahwa
f()= (n + c1 + c2n-2 + ... + cn-1 + cn)(hasil-bagi) + sisa.
Dalam rumusan ini hasil bagi adalah polinomial pangkat 100-n, dan sisa merupakan polinomial pangkat n-1 dengan bentuk umum
sisa = s1+ s2n-2 + ... + sn-1 + sn.
Koefisien polinomial sisa didapatkan langsung dari operasi pembagian tersebut. Sifat polinomial karakteristik itu membuat relasi dibawah ini benar adanya.
f() sisa = s1+ s2n-2 + ... + sn-1 + sn.
Demikian pula akibatnya, yaitu
f(A) = s1An-1+ s2An-2 + ... + sn-1A + snI.
Untuk kasus soal A100 diatas, maka sesudah n buah koefisien sisa itu didapatkan, operasi perpangkatan matrix hanya perlu dikerjakan sampai dengan pangkat 4 saja
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar