Selasa, 27 Januari 2009

tugas robot

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dengan semakin meningkat dan ketatnya persaingan dalam dunia industri dewasa ini, setiap perusahaan terdorong untuk berlomba-lomba melakukan perbaikan dan inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksinya. Hal ini disebabkan karena semakin kritisnya konsumen dalam menilai kualitas suatu produk. Pada saat ini, perkembangan teknologi yang bergerak cepat secara terus menerus berusaha mendapatkan tingkat kualitas yang tinggi pada produk dan layanan untuk memperluas pasar dan keuntungan.
Oleh karena itu kualitas tersebut benar – benar harus diperhatikan dan dibuat sebaik mungkin. Dan tidak hanya itu kualitas suatu produk tentu akan berkaitan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut, misalnya pada produk “ROBOT LENGAN “, Robot lengan terdiri dari banyak kompenen, oleh karena itu penentuan kualitasnyapun harus benar – benar sesuai, jangan sampai penentuan kualitas yang dibuat tidak dapat diteruma oleh konsumen.
Dalam membuat robot lengan ini, kita harius tahu dengan dasar-dasar gerakan pada suatu benda, hal ini meliputi bagaimana gerkan itu, menggunakan tenaga apa, dan sistem seperti apa, oleh karena itu banyak factor yang mempengaruhi kualitas robot lengan misalnya : panjang lengan dalam hal ini ditentukan penempatan lobang yang menentukan panjang lengan tersebut, Besar tenaga yang dipakai dalam hal ini berkaitan dengan besar kecil suntikan yang dipakai sebagai alat penggerak, dan jenis cairan yang dipakai sebegai bahan penggerak, untuk itu kita harus melakukan percobaan (eksperimen) .Hal ini bertujuan untuk meminimalkan penyimpangan karakteristik kualitas dari nilai targetnya. ini dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dengan cara mengubah level-level dari faktor-faktor yang sesuai sehingga penyimpangannya dapat dibuat sekecil mungkin dan karakteristik kualitas dapat mencapai target. Dengan perkataan lain, dari sudut pandang kualitas, dengan eksperimen dapat dicari material terbaik, temperatur terbaik, tekanan terbaik, waktu siklus terbaik dan sebagainya, yang akan beroperasi bersama dalam proses untuk menghasilkan karakteristik kualitas yang diinginkan, seperti panjang, usia pakai, keandalan dan sebagainya (Belavendram, 1995).

1.2. permasalahan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. bagaimana pengaruh faktor-faktor terkendali terhadap gerak robot lengan yang terdiri dari gerak angkat, putar, dan jepit ?
2. Bagaimana kombinasi yang maksimal dari faktor-faktor tersebut ?

1.3. tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh faktor-faktor terkendali terhadap gerak robot lengan yang terdiri dari gerak angkat, putar dan jepit ?
2. Menentukan setting (kombinasi level) variabel proses yang tepat sehingga menghasilkan gerakan yang maksimal pada ketiga jenis gerak tersebut.

1.4. batasan masalah dan asumsi
agar permasalahan tidak ke luar dari tujuan, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Pengamatan akan dibatasi untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan dan panjang gerak yaitu panjang lengan robot , jenis dinamo, dan besar kecil gear.
2. Analisis hasil akan dibatasi hanya sampai interaksi dua faktor.
3. Material yang digunakan adalah plat mika dan plastik .

Asumsi yang digunakan :
1. Proses percobaan berjalan normal ketika penelitian ini dilakukan.
2. Pengaruh faktor–faktor noise (faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan) diasumsikan memiliki pola yang tetap/konstan.

1.5. Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bab, dengan judul masing-masing bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan teori-teori yang menunjang terhadap penelitian tugas akhir serta metode-metode yang akan digunakan di dalam melakukan analisis data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tahapan dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian dan memecahkan masalah yang dihadapi. Bab ini juga berfungsi sebagai kerangka yang mengarahkan penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengurangi kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan penelitian.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini berisi data-data yang dikumpulkan selama penelitian. Kemudian data mentah tersebut diolah sehingga didapatkan yang siap digunakan untuk menganalisa dan menyelesaikan masalahnya.

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI
Pada bab ini berisikan analisa dan interpretasi hasil pengolahan data pada bab sebelumnya, dan akan diuji apakah hipotesa awal yang diajukan sebelum eksperimen dilakukan diterima atau ditolak.


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dan saran-saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Robot Lengan
Banyak terdapat tanggapan mengenai konsep robot, dimana robot diandalkan
sebagai tiruan manusia. Karena itu dicoba dibuat sebuah definisi untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan. Definisi yang paling dapat diterima adalah dari “Robot
Institute Of America”.
“Sebuah robot adalah sesuatu yang dapat di program dan
diprogram ulang, dengan memiliki manipulator mekanik /
pengerak yang didisain untuk memindahkan barang-barang,
komponen-komponen atau alat-alat khusus dengan berbagai
program yang fleksibel / mudah disesuaikan untuk
melaksanakan berbagai macam tugas”
Dari definisi tersebut dapat dikatakan robot sebagai automasi yang dapat
diprogram ( Programmable Automation).
Sedangkan istilah Robotik Berdasarkan Webster adalah :
"Teknologi yang behubungan dengan mendesain, membuat, dan mengoperasikan robot."
Robotik ruang lingkupnya mencakup artificial intelegen, ilmu komputer, engineering
mekanik, Psikologi, Anatomi, and bidang ilmu lainnya.
Kata Robotik sendiri pertama kali digunakan oleh Issac Asimov pada tahun1942.
1.4. Komponen Dasar Sebuah Robot
1.Manipulator
•Mekanik
•Penyangga gerakan ( appendage)

•Base (pondasi / landasan robot)
2.Controler
Adalah jantung dari robot untuk mengontrol (MP, RAM, ROM, Sensor
dll).
3.Power Supply
Sumber tenaga yang dibutuhkan oleh robot, dapat berupa energi listrik.
4.End Effector
Untuk memenuhi kebutuhan dari tugas robot atau si pemakai.

Tingkat Teknologi Robot
1. Robot teknologi rendah
2. Robot teknologi menengah
3. Robot teknologi tinggi
1. Robot teknologi rendah
Robot teknologi rendah digunakan dalam lingkungan industri untuk pekerjaaan
seperti mesin pemasang & pelepas, penangganan material, operasi pengepressan dan
operasi perakitan sederhana.
Karakteristik Robot teknologi rendah :
 Siku, memiliki 2 sampai dengan 4 pergerakan siku dan biasanya robot teknologi
rendah merupakan robot non servo.
 Beban kerja, beban kerja untuk jenis robot teknologi rendah berkisar 2 sampai
dengan 3 kg.
 Waktu siklus, adalah waktu yang perlukan sebuah robot untuk bergerak dari satu
posisi ke posisi berikutnya. Dimana waktu siklus ini tergntung atas 2 faktor yaitu :
beban kerja dan panjang lengan manipulator. Robot teknologi rendah biasanya
memiliki waktu siklus yang cukup tinggi yaitu : 5 sampai dengan 10 Sekon.
 Ketelitian, adalah seberapa dekat sebuah robot dapat menggerakan
manipulatornya sesuai dengan titik yang telah diprogramkannya. Erat
hubungannya dengan ketelitian yaitu keseragaman. Keseragaman
menggambarkan seberapa sering sebuah robot melakukan program yang sama,
mengulangi gerakannya pada titik yang telah diberikan. Baik ketelitian dan
keseragaman sangat penting dalam sistem operasi berbagai robot. Untuk robot
teknologi rendah ketelitiannya berkisar 0,050 sampai dengan 0,025 mm.
 Aktuasi, adalah metode pergerakan siku suatu robot. Aktuasi dapat dicapai
dengan menggunakan pneumatic, hidrolik, maupun elektrik. Untuk robot yang
berteknologi rendah biasanya menggunakan motor listrik karena harganya murah
dan operasinya mudah dikendalikan.

2. Proses pembuatan Robot lengan
2.2.1. alat dan bahan
alat alat yang dipakai dalam pembuatan robot :
1. Gergaji
2. Bor duduk
3. Bor tangan
4. solder
5. Obeng
6. Pisau / gunting
7. penggaris
bahan yang digunakan untuk membuat robot :
1. plat mika
2. Mur 6mm + skrup
3. Dinamo
4. Roda gigi
5. lem plastik
2.2.2. proses pembuatan
Pembuatan robot ini terbagi jadi tiga bagian pembuatan
1. Pembuatan Chasis robot
Pembuatan Chasis ( dudukan robot ) ini pertama – tama adalah mempersiapkan bahan yang mana pada bagian ini adalah menggunakan bahan kayu, setelah bahan siap kemudian bahan tersebut diukur sesuai ukuran yang sudah ditetapkan, kemudian setelah diukur kemudian dipotong setelah dipotong dibuat lubang pada pinggir bahan sebagai tempat dinamo dan juga dibuat lubang pada tengahnya untuk tempat poros tubuh robot setelah lubang ada kemudian lubang tersebut dipasangkan gear.
2. pembuatan batang tubuh robot
hampir sama prosesnya dengan pembuatan chasis robot.
3. Pembuatan lengan robot
Pada pembuatan bagian ini juga sama prosesnya Cuma pada bagian ini ada tambahan pembuatan japit robot yang berfungsi sebagai penjepit benda, dan bagian japit ini terbuat dari palstik, pembuatan japit ini terdiri dari proses pengukuran pemotongan dengan cara dipotong dan dipanaskan kemudian dibor untuk pembuatan lobang baut pengikat.

Setelah ketiga bagian tersebut sudah ada kemudian dilakukan proses yang terakhir yaitu proses assembling ( perakitan ).

2.3 Definisi Kualitas
Ada dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Variansi dalam tingkat kualitas ini memang disengaja maka itu istilah teknik yang sesuai adalah kualitas rancangan.
Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas kecocokan itu dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan, dan pengawasan angkatan kerja (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas.
Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya. Parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas. Ciri-ciri kualitas ada beberapa jenis :
 Fisik. Panjang, berat, voltase, kekentalan.
 Indera. Rasa, penampilan, warna.
 Orientasi waktu. Keandalan (dapat dipercaya), dapat dipelihara, dapat dirawat.
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standar. (Montgomery, 1998)

2.4 Desain Eksperimen
2.4.1 Pengertian Desain Eksperimen
Desain eksperimen adalah teknik menggunakan metode statistik yang mempelajari bagaimana melakukan suatu percobaan yang sesuai dengan permasalahannya sehingga dapat diperoleh sebanyak mungkin informasi yang dapat dipercaya dengan biaya dan usaha yang minimum. Eksperimen dilakukan dalam upaya mengungkap kebenaran atau membuktikan suatu hipotesa. Eksperimen sesungguhnya didefinisikan sebagai suatu studi yang mempelajari pengaruh manipulasi variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel tak bebas.

2.4.2 Langkah-Langkah Desain Eksperimen
Dalam desain eksperimen ada 3 (tiga) tahap langkah yang perlu dilakukan, yaitu
1) Fase Perencanaan
Pada tahap hal-hal yang perlu dikerjakan yaitu dilakukannya perumusan masalah, pemilihan/penentuan variabel respon (independent variable), penentuan faktor yang mengarah pada peningkatan performansi produk atau proses, dan pemilihan level dari tiap-tiap faktor.
2) Fase Pelaksanaan
Merupakan fase terpenting berikutnya dimana hasil-hasil pengujian dikumpulkan.Tahap dimana penentuan jumlah pengamatan dilakukan, penetapan urutan pelaksanaan eksperimen, pemilihan metode randomisasi yang dipakai, penyusunan model matematis dan penentuan hipotesa yang akan diuji
3) Fase Analisis
Merupakan tahap akhir dari suatu desain eksperimen. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan uji statistik, dan interpretasi hasil eksperimen.
2.4.3 Tujuan Eksperimen
Tujuan eksperimen dalam pembuatan produk adalah untuk membuat cara-cara meminimalkan penyimpangan karakteristik kualitas dari nilai targetnya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dengan cara mengubah level-level dari faktor-faktor yang sesuai sehingga penyimpangannya dapat dibuat sekecil mungkin dan karakteristik kualitas dapat mencapai target. Dengan perkataan lain, dari sudut pandang kualitas, dengan eksperimen dapat dicari material terbaik, temperatur terbaik, tekanan terbaik, waktu siklus terbaik dan sebagainya, yang akan beroperasi bersama dalam proses untuk menghasilkan karakteristik kualitas yang diinginkan, seperti panjang, usia pakai, keandalan dan sebagainya (Belavendram, 1995)

2.5 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Performansi Karakteristik Kualitas
Dalam identifikasi faktor dilakukan pendekatan yang sistematis guna menemukan penyebab permasalahan, menghindari permasalahan yang meloncat-loncat yang pada akhirnya memperoleh kesimpulan yang tidak benar. Pada tahap ini sebaiknya setiap orang yang terlibat dengan produk atau proses harus diikutsertakan atau dilibatkan. Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap performansi karakteristik kualitas antara lain :
Brainstroming
Brainstorming merupakan suatu cara untuk mendorong timbulnya gagasan yang kreatif sebanyak-banyaknya dengan memberikan kesempatan setiap orang untuk mengajukan pendapat-pendapatnya tentang suatu masalah. Brainstorming sendiri bertujuan untuk memastikan semua penyebab masalah yang potensial. Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan para ahli yang berkompeten di bidangnya dan meminta pendapat mereka sesuai dengan pengetahuan tentang masalah dan kreativitas mereka untuk mencari penyebab permasalahan yang diteliti. Langkah-langkah yang ditempuh dalam brainstorming adalah :
Mengumpulkan gagasan mengenai penyebab permasalahan yang timbul.
Mencatat semua gagasan yang masuk tanpa kecuali untuk mengetahui pendapat dari banyak orang mengenai permasalahan yang ada.
Mengelompokkan gagasan-gagasan yang mungkin menjadi penyebab permasalahan yang timbul.

2.6 Rancangan Eksperimen Faktorial
Rancangan faktorial adalah percobaan lengkap pada semua kemungkinan kombinasi eksperimen dari setiap level pada setiap faktor yang diselidiki. Rancangan faktorial lengkap dapat mengestimasikan semua pengaruh faktor utama dan semua kemungkinan interaksi diantara faktor.

2.6.1 Rancangan Faktorial Lengkap 3k
Rancangan faktorial lengkap 3k adalah pengaturan faktorial untuk setiap k faktor terdiri dai 3 level. Secara umum dinotasikan untuk 3 level sebagai level rendah, sedang dan level tinggi .
Rancangan faktorial lengkap umumnya memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
Informasi yang diperoleh lebih luas karena memperhitungkan berbagai interaksi (interaksi orde rendah dan orde yang lebih tinggi) yang ada.
Hasil percobaan faktorial dapat ditetapkan dalam kondisi yang lebih luas karena memperhitungkan kombinasi dari berbagai level faktor.
Konsekuensi dari keuntungan-keuntungan di atas adalah menyertakan analisis statistik yang lebih sulit dan rumit, sukar menyediakan satuan percobaan yang relatif homogen dan berpengaruh terhadap interpretasi hasil (interaksi) yang lebih sulit karena pengaruh dari interaksi orde tinggi mungkin kurang berarti dan dapat diabaikan. Hal ini berarti telah terjadi pemborosan biaya dan sumber yang digunakan karena sejumlah besar pengamatan yang dilakukan tidak efisien.

2.6.2 Rancangan Faktorial Sebagian 3k-P
Apabila jumlah faktor pada rancangan faktorial lengkap bertambah, maka jumlah percobaan yang harus dilakukan juga semakin bertambah. Untuk mengurangi jumlah percobaan yang harus dilakukan maka dapat digunakan rancangan faktorial sebagian. Rancangan faktorial sebagian hanya menyertakan efek utama dan interaksi orde rendah, sedangkan interaksi orde tinggi diabaikan.
Rancangan faktorial sebagian 3k adalah rancangan percobaan yang terdiri dari (1/3)p bagian desain 3k untuk p  k. sebagai contoh 3k-2 adalah rancangan percobaan yang terdiri dari 1/9 bagian desain 3k .
2.7 Metode Taguchi
Metode Taguchi diperkenalkan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1940 yang merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses, serta dalam waktu yang bersamaan menekan biaya dan sumber-sumber seminimal mungkin. Pendekatan Metode Taguchi berupaya mencapai sasaran itu dengan menjadikan produk atau proses ‘robust’ dengan berbagai faktor seperti misalnya material, perlengkapan manufaktur, tenaga kerja manusia, dan kondisi-kondisi operasional. Metode Taguchi menyebabkan produk atau proses bersifat robust, karena itu metode ini juga disebut sebagai Robust Design.
Metode Taguchi menggunakan seperangkat matriks khusus yang disebut Orthogonal Array. Matriks standar ini merupakan langkah untuk menentukan jumlah percobaan minimal yang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin semua faktor yang mempengaruhi parameter. Bagian terpenting dari metode Orthogonal Array terletak pada pemilihan kombinasi level variabel-variabel input untuk masing-masing percobaan.
Tahun 1980, Dr. Genichi Taguchi juga memperkenalkan pendekatan dengan menggunakan desain eksperimen yang berguna untuk (Montgomery, 1997) :
Meminimumkan variasi di sekitar target
Mendesain produk atau proses sehingga kualitasnya robust terhadap kondisi lingkungan.
Mengembangkan produk sehingga kualitasnya robust terhadap variasi komponen.
Robust berarti produk atau proses yang secara konsisten berada pada target dan relatif tidak sensitif terhadap faktor yang sulit dikontrol (noise). Taguchi menghubungkan tiga tujuan di atas pada pendekatan parameter desain .

Dr. Genichi Taguchi juga mengemukakan tiga konsep dasar dari metode Taguchi. Tiga konsep dasar tersebut adalah sebagai berikut (Belavendram, 1995):
Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan hanya sekedar memeriksanya.
Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target. Produk harus didesain agar robust terhadap faktor lingkungan yang sulit untuk dikontrol.
Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh sistem.

Metode Taguchi jika dibandingkan dengan beberapa metode lain mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya :
Rancangan percobaan Taguchi lebih efisien karena memungkinkan untuk melaksanakan penelitian yang melibatkan banyak faktor dan jumlah percobaan yang diperlukan lebih sedikit.
Rancangan percobaan Taguchi memungkinkan diperolehnya suatu proses yang menghasilkan produk yang konsisten dan robust terhadap faktor yang tidak dapat dikontrol (noise).
Metode Taguchi menghasilkan kesimpulan mengenai faktor-faktor dan taraf dari faktor tersebut yang menghasilkan respon yang optimum.

Metode Taguchi juga memiliki kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan metode lain, diantaranya :
Rancangan Metode Taguchi mempunyai struktur yang sangat kompleks, di mana terdapat rancangan yang mengorbankan pengaruh interaksi dan ada pula rancangan yang membaurkan pengaruh utama dan pengaruh interaksi dua faktor. Hal ini cukup berbahaya apabila ternyata pengaruh interaksi cukup signifikan. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan pemilihan rancangan percobaan secara hati-hati dan sesuai dengan tujuan penelitian (Susilowati, 2000)
2.7.2 Prinsip Robust
Faktor noise tidak dapat dihilangkan karena mereka berada dalam sistem. Karena faktor noise tidak dapat dihilangkan, karakteristik kualitas dari produk tidak akan mencapai nilai target. Prinsip robust berusaha untuk mengurangi kerugian dengan melakukan kontrol faktor terhadap faktor noise agar supaya spesifikasi produk dapat diidentifikasikan dan membuat karakteristik kualitas tidak sensitif terhadap noise (Belavendram, 1995).

2.7.3 Rasio Signal- To- Noise (Rasio S/N)
Taguchi memperkenalkan pendekatan S/N rasio guna meneliti pengaruh faktor noise terhadap variasi yang timbul. Tujuan dari desain parameter adalah menghasilkan kombinasi faktor-faktor kontrol yang robust terhadap faktor noise dalam arti tidak menimbulkan variabilitas yang besar. Taguchi memperkenalkan transformasi dari pengulangan data kepada nilai yang lain yang mengukur variabilitas yang ada.
Terdapat beberapa jenis rasio S/N yang tergantung pada karakteristik kualitas yang diinginkan, yaitu
Smaller-The-Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin rendah nilainya maka kualitasnya akan lebih baik. Misalnya waktu penyelesain tugas, keausan dan sebagainya.
Nilai S/N untuk jenis karakteristik kualitas Smaller-The-Better adalah
S/NSTB = - 10 log
Large-The-Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran di mana semakin besar nilainya maka kualitasnya akan lebih baik. Misalnya batas kekuatan, tingkat penghematan bahan bakar.
Nilai S/N untuk jenis karakteristik Large-The-Better adalah
S/N = - 10 log

Nominal-The-Best
Pada karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.
Nilai S/N untuk jenis karakteristik kualitas Nominal-The-Best adalah
S/NNTB = - 10 log

Dimana
Yi = nilai hasil pengamatan
m = nilai target dari percobaan
n = jumlah data

2.7.4 Faktor Terkendali Dan Faktor Noise
Faktor-faktor perancangan dan pengembangan produk atau proses oleh Genichi Taguchi digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu :
1) Faktor terkendali
Merupakan faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh produsen selama phase pengembangan produk, perancangan proses, atau selama proses dan tidak dapat diubah oleh konsumen secara langsung.
2) Faktor noise
Merupakan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan secara langsung oleh produsen namun bervariasi selama berada di lingkungan dan penggunaan konsumen. Faktor-faktor yang nilainya tidak diinginkan untuk ditetapkan atau dikendalikan karena besarnya biaya yang diperlukan, juga termasuk faktor noise.

Terdapat tiga macam faktor noise, yaitu (Belavendram, 1995) :
1. Faktor Noise Eksternal (Ambient Noise)
Eksternal noise diartikan sebagai faktor lingkungan atau kondisi penggunaan yang mempengaruhi fungsi ideal dari sebuah produk. Sumber variasi berasal dari luar produk seperti temperatur ulang, kelembaban, debu, daya listrik, pengaruh elektromagnetik, getaran, kesalahan, manusia, dalam mengoperasikan produk.
2. Faktor Noise Internal (Deterioration)
Internal noise diartikan sebagai faktor yang menyebabkan sebuah produk mengalami penurunan kualitas selama proses penyimpanan atau penggunaan sehingga menyebabkan tidak tercapainya target fungsi yang diinginkan. Biasanya berhubungan dengan umur dan penyimpanan, seperti keausan, usia pakai, kelelahan material, dan lain-lain.

3. Faktor Noise antar Unit (Unit-To-Unit Noise)
Unit-to-unit noise diartikan sebagai faktor yang menyebabkan adanya perbedaan antara produk yang satu dengan lainnya yang dikerjakan dengan spesifikasi yang sama. Variasi ini tidak dapat dielakkan dalam proses pembuatan dan mengarah pada keseragaman dalam parameter produk dari suatu unit ke unit lainnya. Proses pembuatan dan material adalah sumber dari variasi antar unit. Gangguan antar unit seperti variasi ketebalan, dimensi dan lain-lain.

2.7.4.1 Penanganan Faktor Noise dalam Percobaan
Dalam rancangan eksperimen Taguchi, penanganan faktor noise dilakukan dengan tiga cara :
Dengan melakukan pengulangan terhadap masing-masing trial.
Contoh dari penanganan faktor noise ini dapat dilakukan seperti pada tabel 2.2 berikut ini : Tabel 2.2 Parameter Sederhana Design Eksperimen
Nomor Trial Faktor-Faktor Terkendali DATA
A B C D E F G
Nomor Kolom
1 2 3 4 5 6 7 y1 Y2 y3
1 1 1 1 1 1 1 1 * * *
2 1 1 1 2 2 2 2 * * *
3 1 2 2 1 1 2 2 * * *
4 1 2 2 2 2 1 1 * * *
5 2 1 2 1 2 1 2 * * *
6 2 1 2 2 1 2 1 * * *
7 2 2 1 1 2 2 1 * * *
8 2 2 1 2 1 1 2 * * *

Dengan memasukkan faktor noise ke dalam percobaan dan menempatkannya pada array luar.

Contoh dari penanganan faktor noise ini dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Inner/Outer OA Parameter Design Eksperimen
Nomor Trial Outer Array L4 (faktor-faktor tidak terkendali)

X 1 2 2 1
Y 1 2 1 2
Z 1 2 2 2
L8 OA Inner Array (faktor terkendali) DATA
A B C D E F G
Nomor Kolom
1 2 3 4 5 6 7 y1 y2 y3 y4
1 1 1 1 1 1 1 1 * * * *
2 1 1 1 2 2 2 2 * * * *
3 1 2 2 1 1 2 2 * * * *
4 1 2 2 2 2 1 1 * * * *
5 2 1 2 1 2 1 2 * * * *
6 2 1 2 2 1 2 1 * * * *
7 2 2 1 1 2 2 1 * * * *
8 2 2 1 2 1 1 2 * * * *

Dengan menganggap faktor terkendali bervariasi dan menempatkan variasi ini di array luar.
Contoh dari penanganan faktor noise ini dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4 Rancangan Percobaan dengan OA Tiga Level dan Menggunakan Variasi Faktor Terkendali sebagai Faktor Noise

2.7.5 Derajat Bebas (Degree Of Freedom)
Derajat bebas merupakan banyaknya perbandingan yang harus dilakukan antar level-level faktor (efek utama) atau interaksi yang digunakan untuk menentukan jumlah percobaan minimum yang dilakukan. Perhitungan derajat bebas dilakukan agar diperoleh suatu pemahaman mengenai hubungan antara suatu faktor dengan level yang berbeda-beda terhadap karakteristik kualitas yang dihasilkan. Perbandingan ini sendiri akan memberikan informasi tentang faktor dan level yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap karakteristik kualitas.
Dalam melakukan percobaan, efisiensi dan biaya yang harus dikeluarkan merupakan salah satu pertimbangan utama. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka sebisa mungkin digunakan Orthogonal Array terkecil yang masih dapat memberikan informasi yang cukup untuk dilakukannya percobaan secara komprehensif dan penarikan kesimpulan yang valid. Untuk menentukan Orthogonal Array yang diperlukan maka dibutuhkan perhitungan derajat kebebasan. Perhitungan untuk memperoleh derajat bebas adalah sebagai berikut
Untuk faktor utama, misal faktor utama A dan B :
VA = (banyak level faktor A) – 1
= kA – 1
VB = (banyak level faktor B) – 1
= kB – 1
Untuk interaksi, misal interaksi A dan B
VAxB = (kA – 1) (kB – 1)
Nilai derajat bebas total
VT = VA + VB + VAxB
= (kA – 1) + (kB – 1) + (kA – 1) (kB – 1)
dimana : VA = derajat bebas faktor A
VB = derajat bebas faktor B
VAxB = derajat bebas interaksi faktor A dan B
Tabel orthogonal array yang dipilih harus mempunyai jumlah baris minimum yang tidak boleh kurang dari jumlah derajat bebas totalnya.
Contoh tabel orthogonal Array adalah sebagai berikut :




Tabel 2.5. Tabel OA L9
Percobaan Faktor
1 2 3 4
1 1 1 1 1
2 1 2 2 2
3 1 3 3 3
4 2 1 2 3
5 2 2 3 1
6 2 3 1 2
7 3 1 3 2
8 3 2 1 3
9 3 3 2 1

2.7.6 Orthogonal Array (OA)
Orthogonal Array adalah suatu matriks yang elemen-elemennya disusun menurut baris dan kolom. Setiap kolom merepresentasikan faktor atau kondisi tertentu yang dapat diubah dari suatu percobaan ke percobaan lainnya. Masing-masing kolom mewakili faktor-faktor yang dari percobaan yang dilakukan. Baris merupakan keadaan dari faktor. Array disebut orthogonal karena setiap level dari masing-masing faktor adalah seimbang (balance) dan dapat dipisahkan dari pengaruh faktor yang lain dalam percobaan. Orthogonal array matriks seimbang dari faktor dan level, sedemikian hingga pengaruh suatu faktor atau level tidak berbaur (confounded) dengan pengaruh faktor atau level yang lain. (Belavendram, 1995)
L27 (313)
Banyak kolom
Banyak level
Banyak baris/eksperimen

Notasi L
Notasi L menyatakan rancangan bujur sangkar latin
Banyak baris/eksperimen
Menyatakan jumlah percobaan ketika menggunakan Orthogonal Array
Banyak kolom
Menyatakan jumlah kolom faktor dalam Orthogonal Array
Banyak level
Menyatakan jumlah level dari faktor

Pilihan Orthogonal Array yang akan digunakan berdasarkan pada :
Banyaknya faktor utama yang diamati dan interaksi yang diperhatikan.
Banyaknya level dari faktor yang diamati.
Resolusi percobaan yang diinginkan atau batasan biaya.

Dua butir pertama menentukan orthogonal array terkecil yang penggunaannya memungkinkan namun hal ini secara otomatis akan menghasilkan percobaan yang resolusinya terendah dengan biaya terendah. Untuk menjalankan percobaan yang lebih besar (orthogonal yang lebih besar) yang memiliki potensi resolusi yang lebih tinggi akan berdampak pada biaya yang lebih mahal untuk menyelesaikannya. (Ross, 1989)
Untuk dua level, tabel OA terdiri dari L4, L8, L12, L16, dan L32, sedangkan untuk tiga level tabel OA terdiri dari L9, L18, L27. Pemilihan jenis orthogonal array yang akan digunakan pada percobaan didasarkan pada jumlah derajat bebas total. Angka di dalam pemilihan array menandakan banyaknya percobaan (berbagai kemungkinan kombinasi pengujian) di dalam array, suatu matriks L8 memiliki delapan percobaan dan matriks L27 memiliki 27 percobaan dan seterusnya.
Banyaknya level yang digunakan di dalam faktor nantinya akan digunakan untuk memilih orthogonal array berlevel dua atau berlevel tiga. Jika faktornya ditetapkan berlevel dua maka harus digunakan orthogonal array dua level. Jika berlevel tiga, maka digunakan orthogonal array tiga level. Jika sebagian faktor memiliki dua level dan faktor lainnya memiliki tiga level maka jumlah yang lebih besar akan menentukan jenis orthogonal array yang harus dipilih.



2.7.7 Interaksi antar Faktor
Interaksi adalah suatu faktor bergantung pada suatu level tertentu dari faktor lain. Dengan kata lain, interaksi terjadi bila pengaruh bersama 2 faktor atau lebih berbeda dari jumlah masing-masing faktor secara individu (Belavendram, 1995). Antara interaksi menyebabkan sistem tidak robust karena sistem menjadi sangat sensitif terhadap perubahan pada satu faktor.
Taguchi menyediakan dua peralatan untuk membantu penempatan faktor dan lokasi interaksi di dalam OA, yaitu linear graph dan tabel segitiga interaksi (triangular table of interaction). Masing-masing OA mempunyai tabel interaksi dan sekumpulan linear graph yang bersesuaian. Tabel interaksi berisi semua kemungkinan interaksi antar faktor.
Linear graph menggambarkan faktor dan interaksi dalam bentuk diagram. Linear graph adalah serangkaian titik dan garis yang bersesuaian dengan kolom-kolom orthogonal array yang sesuai. Setiap linear graph berhubungan dengan satu orthogonal array. Linear graph memberikan gambaran informasi faktor dan interaksi serta memudahkan untuk memasukkan faktor dan interaksi ke berbagai kolom dari orthogonal array. Contoh tabel interaksi tiga level untuk L9 seperti pada tabel 2.2. Tabel tersebut menunjukkan semua kemungkinan pasangan kolom untuk interaksi.
Tabel 2.6 Interaksi antara dua kolom pada L9

Kolom 2 3 4
1 3, 4 2, 4 2, 3
2 1, 4 1, 3
3 1, 2

Apabila faktor A diletakkan pada kolom 1 dan faktor B diletakkan pada kolom 2 maka interaksi AxB diletakkan pada kolom 3 dan kolom 4.

2.7.8 Randomisasi
Dalam eksperimen selain terdapat faktor-faktor yang diselidiki pengaruhnya terhadap suatu varibel, terdapat faktor-faktor lain yang tidak dikendalikan/tidak diinginkan (seperti kelelahan operator, naik-turunnya daya mesin dan sebagainya) yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pengaruh-pengaruh faktor-faktor tersebut dapat diperkecil dengan dengan menyebarkan pengaruh tersebut selama eksperimen melalui randomisasi (pengacakan) urutan eksperimen.
Secara umum randomisasi dimaksudkan untuk :
Meratakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan pada semua unit eksperimen.
Memberikan kesempatan yang sama pada semua unit eksperimen untuk menerima suatu perlakuan yang sama.
Mendapatkan hasil pengamatan yang bebas (independent) satu sama lainnya

2.7.9 Analisis Varians (Anova)
Analisis Varians pada Metode Taguchi digunakan sebagai metode statistik untuk menginterpretasikan data-data hasil percobaan. Analisis varians merupakan teknik perhitungan yang memungkinkan secara kuantitatif mengestimasikan kontribusi dari setiap faktor pada semua pengukuran respon. Analisis varians yang digunakan pada desain parameter berguna untuk membantu mengidentifikasikan kontribusi faktor sehingga akurasi perkiraan model dapat ditentukan.
ANOVA dua arah adalah data percobaan yang terdiri dari dua faktor atau lebih dan dua level atau lebih. Tabel ANOVA dua arah terdiri dari perhitungan derajat bebas, jumlah kuadrat, rata-rata jumlah kuadrat, F-rasio yang ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 2.7 Tabel ANOVA Dua Arah
Sumber Variasi Derajat Bebas (db) SS MS F hitung Kontribusi
Faktor A VA SSA MSA MSA/MSe SS’A/SST
Faktor B VB SSB MSB MSB/MSe SS’B/SST
Interaksi AxB VAxB SSAxB MSAxB MSAxB/MSe SS’AxB/SST
Residual Ve SSe MSe SS’e/SST
Total VT SST 100%


Dimana :
VT = derajat bebas total = N – 1
VA = derajat bebas faktor A = kA – 1
VB = derajat bebas faktor B = kB – 1
VAxB = derajat bebas interaksi = VA x VB = (kA – 1) x (kB – 1)
Ve = derajat bebas error = VT – VA – VB – (VAxB)
CF = faktor koreksi (Correction Factor) =
T = jumlah keseluruhan
T =
SST = jumlah kuadrat total
SST =
SSA = jumlah kuadrat faktor A
SSA =
SSB = jumlah kuadrat faktor B
SSB =
SSAxB = jumlah kuadrat interaksi faktor A dan faktor B
SSAxB =
SSe = jumlah kuadrat error
SSe = SST – SSA – SSB – SSAxB
MSA = rata-rata jumlah kuadrat faktor A
MSA = SSA/VA
MSB = rata-rata jumlah kuadrat faktor B
MSB = SSB/VB

MSAxB = rata-rata jumlah kuadrat interaksi faktor A dan faktor B
MSAxB = SSAxB/VAxB
MSe = rata-rata jumlah kuadrat error
MSe = SSe/Ve
kA = jumlah level untuk faktor A
kB = jumlah level untuk faktor B
N = jumlah total percobaan
nAi, nBj = jumlah pengamatan faktor A dan B

Model pengamatan yang mewakili pengatamatan di atas adalah :
Yikr =  + i + j + ij + ijr
Dimana
i = 1, 2,…, g
j = 1, 2,…, n ; ijr  IIDN (0,2)
 = mean keseluruhan
i = efek faktor A level ke - i
j = efek faktor B level ke - j
ij = efek interaksi faktor A x B
Dengan tabel ANOVA di atas dapat dilakukan pengujian terhadap perbedaan pengaruh level dengan hipotesa sebagai berikut :
Untuk level faktor A
H0 : 1 = 2 =…= g
H1 : paling sedikit ada satu i yang tidak sama
Untuk level faktor B
H0 : 1 = 2 =…= n
H1 : paling sedikit ada satu j yang tidak sama
Untuk interaksi taraf faktor A dan B
H0 : 11 =…=gn
H1 : paling sedikit ada satu gn yang tidak sama

Statistik Uji
Untuk level faktor A Fhitung = MSA/MSe
Untuk level faktor B Fhitung =MSB/MSe
Untuk interaksi A dan B Fhitung = MSAxB/MSe

Daerah penolakan
Level faktor A : Tolak H0 jika Fhitung  F (VA, Ve)
Level faktor B : Tolak H0 jika Fhitung  F (VB, Ve)
Interaksi A dan B : Tolak H0 jika Fhitung  F (VAxB, Ve)

2.7.10 Persen Kontribusi
Persen kontribusi merupakan angka atau fungsi yang menunjukkan kekuatan relatif dari faktor utama dan/atau faktor interaksi antar faktor utama yang signifikan, terhadap pengurangan variansi dari respon yang dihasilkan. Persen kontribusi didapat dari perbandingan jumlah kuadrat selain faktor tersebut dengan jumlah kuadrat totalnya. Penempatan level faktor dan/atau interaksi jika dikendalikan dengan benar maka total variansi dapat dikurangi sebanyak yang diindikasikan oleh persen kontribusi. Variansi yang berhubungan dengan suatu faktor atau interaksi, juga mencakup jumlah tertentu yang berhubungan dengan error. Perhitungan persen kontribusi didasarkan pada tabel ANOVA. Persamaan berikut menyatakan variansi dalam faktor A. Dari tabel ANOVA diperoleh nilai MSA dan MSe dan selanjutnya dimasukkan pada rumus di bawah ini :
MSA = MS’A + MSe
MSA = jumlah variansi dari faktor A.
Dengan mengubah susunan rumus di atas, maka :
MS’A = MSA – MSe
Dimana
MSA =
Sehingga
MS’A =
Maka = – MSe
Diperoleh
SS’A = SSA – (VA x MSe)
Selanjutnya besar persen kontribusi faktor A dapat dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :
PA = x 100%
Perhitungan persen kontribusi untuk faktor yang lain yang mengacu pada perhitungan di atas. Semakin besar persen kontribusi maka faktor tersebut mempunyai pengaruh yang semakin besar terhadap variasi respon yang dihasilkan.

2.7.11 Prosedur Pooling
Apabila dari uji dengan uji F rasio ternyata ada faktor utama atau interaksi antar faktor utama yang tidak signifikan pada respon, maka harus dilakukan penggabungan faktor utama dan interaksi faktor yang tidak signifikan tersebut dengan nilai error. Penggabungan ini dilakukan pada jumlah kuadrat dan derajat bebas dengan jumlah kuadrat dan derajat bebas dari error. Pooling dimulai dengan nilai Sum Square terkecil dan dilanjutkan berturut-turut dengan yang mempunyai efek terbesar. Pooling disarankan dilakukan pada faktor yang tidak signifikan pada tingkat keyakinan yang ditetapkan. Prosedur pooling dilakukan dengan membandingkan derajat bebas error dengan total derajat bebas faktor. Taguchi merekomendasikan pooling dilakukan sampai derajat bebas error mendekati 1/2 dari derajat bebas total.

2.7.12 Taksiran Nilai untuk Kondisi Optimum
Setelah diperoleh faktor yang optimal pada suatu eksperimen selanjutnya dihitung taksiran nilai untuk kondisi optimum. Kondisi optimum diperoleh hanya dengan mengestimasikan faktor yang signifikan, oleh karena itu faktor pooling tidak dimasukkan dalam perkiraan.
Apabila faktor A, B, C merupakan faktor yang optimum, maka taksiran nilai kondisi optimum adalah :

2.7.13 Selang Kepercayaan (Confidence Interval)
Estimasi dari nilai mean didasarkan pada nilai rata-rata hasil percobaan yang diperoleh dari percobaan. Perlakuan percobaan menginginkan untuk mempunyai kisaran nilai di mana nilai rata-rata sebenarnya akan berada di dalamnya dengan tingkat kepercayaan tertentu. Interval kepercayaan merupakan nilai maksimum dan minimum dimana diharapkan nilai rata-rata sebenarnya akan tercakup dengan beberapa persentase kepercayaan tertentu.
Ketika menyatakan sebuah nilai kepercayaan untuk suatu interval kepercayaan, pelaku percobaan menyatakan bahwa nilai rata-rata sebenarnya akan jatuh di dalam batas-batas yang ditetapkan. Mungkin saja untuk memilih tingkat kepercayaan yang tinggi untuk mengurangi resiko, namun interval kepercayaan yang lebar akan menyebabkan mengecilnya peluang nilai rata-rata sebenarnya akan jatuh di luar batas-batas yang ditetapkan (Soejanto, 2001).
Ada tiga interval kepercayaan yang berbeda menurut Taguchi, yaitu :
Di sekitar nilai rata-rata untuk kondisi perlakuan tertentu di dalam percobaan yang ada.
Di sekitar estimasi nilai rata-rata dari kondisi perlakuan yang diperkirakan dari percobaan
Di sekitar nilai estimasi rata-rata dari kondisi perlakuan yang dipergunakan dalam percobaan konfirmasi untuk memperjelas perkiraan.
Data ekseperimen biasa digunakan untuk membuat sejumlah perkiraan. Kita biasanya membuat perkiraan dari level faktor dan memeprkirakan rata-rata proses yang optimum. Untuk lebih menguatkan tingkat kepercayaan maka kita menghitung interval kepercayaan dimana perkiraan harus berada pada range interval kepercayaan tersebut.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang akan peneliti lakukan mulai dari identifikasi masalah hingga kesimpulan dan saran. Secara sistematika, tahapan metodologi penelitian ini dijelaskan pada flow chart gambar 3.1
Sedangkan tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah Dan Tujuan Penelitian
Pada bagian ini akan dibahas tentang perumusan masalah yang akan dijadikan sebagai pokok pembahasan dalam penelitian. Perumusan masalah yang baik merupakan arah bagi penelitian agar memperoleh hasil yang diharapkan dan tidak ke luar dari permasalahan yang dibahas di dalam penelitian. Dalam identifikasi masalah ini termasuk juga penetapan tujuan penelitian. Perumusan tujuan penelitian merupakan hal penting yang sangat menentukan dalam penelitian karena tujuan penelitian akan menjadi acuan dasar dalam melakukan penelitian

2. Studi Kepustakaan
Studi pustaka bertujuan untuk menggali informasi yang terkait dengan permasalahan yang diteliti dari literatur-literatur seperti buku-buku teks, jurnal maupun dari penelitian yang telah dilakukan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk memperoleh teori dan konsep yang dapat dijadikan landasan atau kerangka berpikir dalam menyelesaikan permasalahan.
3. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan di awal penelitian untuk memahami benda yang akan dibuat, sehingga akan memudahkan jalannya penelitian yang akan dilakukan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam studi pendahuluan, data-data yang dikumpulkan dari diantaranya data mengenai proses pembuatan katapel dan cara kerjanya, studi faktor-faktor yang berpengaruh, studi mengenai level-level dari faktor yang ada. Dengan mengetahui kondisi yang akan dihadapi maka dapat ditentukan metode yang akan digunakan dalam penelitian.

4. Penetapan Karakteristik Kualitas
Berdasarkan tahapan-tahapan penelitian sebelumnya, maka dapat dilakukan perumusan karakteristik kualitas dalam penelitian, yaitu robot lengan merupakan jenis karakteristik kualitas large the better sehingga dalam penelitian ini robot lengan yang diinginkan adalah robot lengan yang dapat bergerak dengan baik dan dapat mengangkat benda yang sudah ditentukan.

3.5 Identifikasi Variabel - Variabel Penelitian
3.5.1 Identifikasi Variabel Respon
Dalam penelitian ini, variabel respon yang diamati dan menjadi tujuan kualitas adalah gerakan robot lengan
Fungsi robot lengan adalah mengangkat suatu benda dengan gerakan yang fleksibel
3.5.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Tahap ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap gerkan robbot lengan. Tahap identifikasi variabel ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya (brainstorming) dari orang-orang yang dianggap mengerti tentang robot lengan Selain itu juga dilakukan studi literatur untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang variabel yang diamati dan untuk menghindari kesalahan dalam menentukan variabel bebas.

3.5.3 Penetapan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Dari studi pendahuluan dan ditunjang dengan studi pustaka menghasilkan karakteristik kualitas yang diteliti dihasilkan berbagai macam faktor yang mungkin mempengaruhi gerakan pada robot lengan. Dari hasil brainstorming dengan para ahli dan studi literatur didapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gerakan pada robot lengan, yaitu
1. panjang lengan robot
lengan robot merupakan bagian robot lengan yang berfungsi untuk mengangkat suatu benda, panjang lengan akan berpengaruh terhadap kemampuan mengangkat dan bergerak
2. Dinamo
Dinamo adalah alat penggerak utama dari sistem gerakan ini, dinamo ini dirangkai sedemikian rupa sehingga mampu untuk menggerakkan semua komponen gerak yang ada pada sistem gerak pada robot lengan.
3. beban
beban merupakan barang yang diangkat oleh robot lengan itu sendiri.
4. kekuatan Dinamo
kekuatan Dinamo adalah faktor yang dapat dikontrol, hal ini dikarenakan Dinamo mempunyai jenis dan bahan yang berbeda pada setiap jenis Dinamo yang ada di pasaran.
3.6 Pemilihan Faktor Terkendali Dan Level
Berikutnya dilakukan pemilihan antara faktor-faktor yang dapat dikendalikan dengan faktor noise.
Faktor-faktor yang dapat dikendalikan terlihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1 Faktor-Faktor Terkendali
No Faktor –Faktor Terkendali
1 Panjang lengan robot
2 Bahan
3 Penjepit

Faktor noise yaitu kekuatan dinamo tidak dimasukkan ke dalam array. Percobaan hanya dilakukan terhadap faktor-faktor terkendali dengan mengasumsikan faktor-faktor noise tersebut berada dalam kondisi konstan, dan dilakukan pengulangan untuk setiap trial. Hal ini dilakukan karena Metode Taguchi hanya memberikan perhatian terhadap faktor-faktor terkendali, sedangkan penanganan terhadap faktor-faktor noise dapat ditangani dengan tiga cara yaitu :
a. Melakukan pengulangan untuk setiap trial dan mengabaikan faktor-faktor noise lainnya.
b. Memasukkan beberapa faktor tidak terkendali yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan ke dalam outer array dari percobaan.
c. Menjadikan variasi dari faktor-faktor terkendali sebagai faktor-faktor tidak terkendali dan memasukkannya ke dalam outer array dari percobaan.
Sedangkan untuk penetapan level faktor selengkapnya tercantum dalam tabel 3.2 berikut ini :
Tabel 3.2 Penetapan Level Faktor
No Faktor Level 1 Level 2 Level 3
1 Panjang lengan robot
2 Bahan
3 Penjepit

3.7 Pemilihan Tabel Orthogonal Array Dan Penempatan Faktor
3.7.1 Pemilihan Tabel Orthogonal Array
Setelah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses produksi dipisahkan antara faktor terkendali dan faktor noise serta penetapan jumlah level dari masing-masing faktor terkendali telah ditentukan, selanjutnya dihitung derajat bebas dari masing-masing faktor terkendali. Perhitungan derajat bebas nanti akan mempengaruhi pemilihan OA yang sesuai. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini terdapat tiga faktor terkendali dan masing-masing faktor mempunyai tiga level. Di mana :
Faktor A : panjang lengan robot
Faktor B : Bahan
Faktor C : Penjepit
Dengan adanya interaksi maka turut mempengaruhi jumlah derajat bebas. Perhitungan derajat bebas total untuk tiga faktor utama (A, B, C) dengan masing-masing tiga level dan interaksi AxB, BxC, dan AxC, yaitu :
Tabel 3.3 Perhitungan Derajat Bebas Total
FAKTOR DERAJAT BEBAS TOTAL
A (3 – 1) 2
B (3 – 1) 2
C (3 – 1) 2
A x B (3 - 1) x (3 – 1) 4
A x C (3 - 1) x (3 – 1) 4
B x C (3 - 1) x (3 – 1) 4
TOTAL DERAJAT BEBAS 18
Maka total jumlah derajat bebasnya adalah 18. Tabel orthogonal array yang dipilih harus mempunyai jumlah baris minimum yang tidak boleh kurang dari jumlah derajat bebas totalnya. Karena OA L18 tidak memiliki linear graph yang mengatur tentang adanya interaksi antar faktor maka Orthogonal Array yang digunakan nantinya adalah L27 (313).
Penentuan jumlah trial yang harus dilakukan tergantung :
 Jumlah faktor dan interaksi
 Jumlah level dari faktor

3.7.2. Penempatan Faktor ke dalam Array
Penempatan faktor-faktor ke dalam array dilakukan aturan linear graph dan tabel segitiga interaksi (triangular table of interaction). Masing-masing OA mempunyai tabel interaksi dan sekumpulan linear graph yang bersesuaian.
Linear graph menggambarkan faktor dan interaksi dalam bentuk diagram. Linear graph adalah serangkaian titik dan garis yang bersesuaian dengan kolom-kolom orthogonal array yang sesuai. Linear graph memberikan gambaran informasi faktor dan interaksi serta memudahkan untuk memasukkan faktor dan interaksi ke berbagai kolom dari orthogonal array
Letak faktor utama dan faktor interaksi di dalam array adalah sebagai berikut :
Faktor utama A = kolom 1
Faktor utama B = kolom 2
Faktor interaksi A x B = kolom 3 dan 4
Faktor utama C = kolom 5
Faktor interaksi A x C = kolom 6 dan 7
Faktor interaksi B x C = kolom 8 dan 11

3.8. Pelaksanaan Percobaan
Setelah dilakukan perhitungan derajat bebas, penentuan OA, dan penempatan faktor dan interaksi ke dalam array selesai dilakukan, berikut ini adalah melakukan percobaan berdasarkan array tersebut.

3.9 ANOVA
Analisa percobaan dilakukan setelah percobaan selesai dilakukan. Dalam analisa hasil ini terdapat beberapa hal yang ditentukan, yaitu :
1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai variansi
Hal ini didapatkan dengan melakukan ANOVA terhadap data mentah yang telah ditransformasikan ke dalam rasio S/N.

3.10 Prosedur Pooling
Prosedur pooling dilakukan jika kontribusi dari faktor kecil, maka faktor tersebut digabungkan dengan error. Pooling dimulai dari nilai sum square terkecil dan dilanjutkan berturut-turut dengan yang mempunyai efek yang lebih besar. Pooling dilakukan pada faktor yang tidak signifikan pada tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Taguchi merekomendasikan pooling dilakukan sampai derajat bebas error memdekati ½ dari derajat bebas total.

3.11 Penentuan Kombinasi Optimum
Dari ANOVA terhadap data yang telah ditransformasikan ke dalam rasio S/N dapat diperoleh kombinasi optimal dari faktor dan levelnya

3.12 Kesimpulan dan saran
Dari analisa dan hasil perhitungan data eksperimen maka akan ditarik beberapa hal untuk menyimpulkan keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


4.1 Media Penelitian
4.1.1. alat dan bahan
alat alat yang dipakai dalam pembuatan ketapel :
1. Gergaji
2. Bor duduk
3. Bor tangan
4. solder
5. Obeng
6. Pisau / gunting
7. penggaris
bahan yang digunakan untuk membuat ketapel :
1. plat mika
2. Mur 6mm + skrup
3. Dinamo
4. Roda gigi
5. lem plastik
proses pembuatan
Pembuatan robot ini terbagi jadi tiga bagian pembuatan
4. Pembuatan Chasis robot
Pembuatan Chasis ( dudukan robot ) ini pertama – tama adalah mempersiapkan bahan yang mana pada bagian ini adalah menggunakan bahan kayu, setelah bahan siap kemudian bahan tersebut diukur sesuai ukuran yang sudah ditetapkan, kemudian setelah diukur kemudian dipotong setelah dipotong dibuat lubang pada pinggir bahan sebagai tempat suntikan dan juga dibuat lubang pada tengahnya untuk tempat poros tubuh robot setelah lubang ada kemudian lubang tersebut dipasangkan bearing.

5. pembuatan batang tubuh robot
hampir sama prosesnya dengan pembuatan chasis robot.
6. Pembuatan lengan robot
Pada pembuatan bagian ini juga sama prosesnya Cuma pada bagian ini ada tambahan pembuatan japit robot yang berfungsi sebagai penjepit benda, dan bagian japit ini terbuat dari stinless, pembuatan japit ini terdiri dari proses pengukuran pembengkokan dengan cara digrinda dan dipanaskan kemudian dibor untuk pembuatan lobang baut pengikat.

Setelah ketiga bagian tersebut sudah ada kemudian dilakukan proses yang terakhir yaitu proses assembling ( perakitan ).

4.2.1 Pengumpulan data
Pada pengumpulan data akan dibicarakan mengenai sumber data, variabel penelitian dan pemilihan level.
4.2.1.1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dengan mengadakan percobaan dengan membuat robot lengan

4.2.1.2 Variabel Penelitian dan Pemilihan Level
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
 Variabel Respon
Dalam penelitian ini, variabel respon yang diamati dan menjadi tujuan kualitas adalah gerakan r obot lengan. Gerakan robot lengan memepunyai karakteristik kualitas large the better merupakan karakteristik non negative yang dapat diukur yang mempunyai kondisi ideal atau target ∞ (infinity). Jadi semakin tinggi nilai tersebut maka semakin baik.Fungsi ketapel adalah mengangkat benda dengan gerakan yang fleksibel .jadi Kemampuan robot lengan untuk bergerak berpenganruh terhadap kemampuan mengangkat suatu benda. Semakin jauh gerakan dari robot lengan maka semakin bagus kualitas dari robot lengan.
 Variable bebas
Berdasarkan data yang diperoleh maka variable bebas dapat di tentukan sebagai berikut :
o Lengan robot
o Bahan
o Penjepit
Pemilihan level yang digunakan dalam penelitian didasarkan pada :
o Pertimbangan dosen pembimbing.
o Peralatan yang tersedia.
o Pengalaman teman-teman yang pernah membuat robot lengan / sistem yang sama dengan robot lengan
o Berdasarkan masukan dari dosen pembimbing maka masing-masing variabel bebas terdiri dari tiga level yang dijabarkan sebagai berikut :
o panjang Lengan robot
lengan robot merupakan salah satu core component dari robot lengan, lengan robot bergerak secara vertical / horizontal yang mana proses gerakannya digerakkan oleh sistem yang sudah ada yaitu rangkaian dinamo, lengan robot ini juga berfungsi sebagai pengangkat dari benda, hal ini sesuai dengan gerakannya yang vertikal, berdasarkan perkiraan maka panjang lengan robot ditetapkan sebagai berikut: 8 cm, 6 cm, 5 cm masing-masing diukur dari lengan tengah
o Bahan
Bahan / material digunakan sebagai bahan percobaan dari sistem gerakan robot ini dengan cara dibuat sistem rangkaian, adapun bahan rakitan itu adalah dinamo terdiri dari: Aluminium, kayu, Bahan plastik, Plat mika yang mana bahan tersebut di rakit ( assembling ) yang berfungsi sebagai dari bentuk body robot Penjepit
Dalam hal ini penjepit ditetapkan sebagai berikut : 4 cm, 3 cm, 2cm, yang berfungsi sebagai penjepit suatu benda.


Tabel 4.1 Faktor-Faktor Terkendali dan Level-Levelnya
No Faktor –Faktor Terkendali Level 1 Level 2 Level 3
1 Panjang lengan robot 8 cm 6 cm 5 cm
2 Bahan 10 ml 5 ml 3 ml
3 Penjepit 4 cm 3 cm 2 cm


4.3 percobaan utama
4.3.1 Pemilihan Orthogonal Array
Pemilihan tabel OA untuk percobaan didasarkan pada jumlah derajat bebas total. Jumlah derajat bebas total diperoleh dari penjumlahan derajat bebas faktor utama dan derajat bebas interaksi dua faktor. Perhitungan derajat bebas nanti akan mempengaruhi pemilihan OA yang sesuai. Derajat bebas setiap faktor merupakan jumlah level faktor dikurangi 1.
Perhitungan derajat bebas total percobaan utama adalah sebagai berikut :
Untuk faktor utama, misal faktor utama A dan B :
VA = (banyak level faktor A) – 1
= kA – 1
VB = (banyak level faktor B) – 1
= kB – 1
Untuk interaksi, misal interaksi A dan B
VAxB = (kA – 1) (kB – 1)
Nilai derajat bebas total
VT = VA + VB + VAxB
= (kA – 1) + (kB – 1) + (kA – 1) (kB – 1)
di mana :
VA = derajat bebas faktor A
VB = derajat bebas faktor B
VAxB = derajat bebas interaksi faktor A dan B

Perhitungan derajat bebas total untuk tiga faktor utama (A, B, C) dengan masing-masing tiga level dan interaksinya AxB, BxC, dan AxC, seperti terlihat dalam tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Perhitungan Derajat Bebas Total
Faktor Derajat Bebas Total
Panjang lengan robot ( A ) (3 – 1) 2
Bahan ( B ) (3 – 1) 2
Penjepit ( C ) (3 – 1) 2
Interakasi AxB (3 – 1) x (3 – 1) 4
Interaksi AxC (3 – 1) x (3 – 1) 4
Interaksi BxC (3 – 1) x (3 – 1) 4
Total Derajat Bebas 18

Total jumlah derajat bebasnya adalah 18. Tabel orthogonal array yang dipilih harus mempunyai jumlah baris minimum yang tidak boleh kurang dari jumlah derajat bebas totalnya. Karena OA L18 tidak memiliki linear graph yang mengatur tentang adanya interaksi antar faktor maka Orthogonal Array yang digunakan nantinya adalah L27 (313). Selanjutnya dilakukan penentuan letak faktor utama yang digunakan pada percobaan yaitu tekanan pretension roll (A), rasio kecepatan roll (B) dan flow rate aplicator PZ (C) serta interaksi antar faktor utama pada kolom OA sesuai dengan tabel segitiga interaksi (triangular table of interaction). Dengan mengacu pada aturan tabel segitiga interaksi OA27 , maka penentuan letak faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Faktor utama A diletakkan pada kolom 1
Faktor utama B diletakkan pada kolom 2
Faktor utama C diletakkan pada kolom 5
Faktor interaksi A x B diletakkan pada kolom 3 dan 4
Faktor interaksi A x C diletakkan pada kolom 6 dan 7
Faktor interaksi B x C diletakkan pada kolom 8 dan 11
Rancangan OA L27 dapat ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 4.3 Rancangan Eksperimen Orthogonal Array L27(313)
Percobaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Y1 Y2
A B AxB AxB C AxC AxC BxC e e BxC e e Rep 1 Rep 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 e e 1 e e 26 25
2 1 1 1 1 2 2 2 2 e e 2 e e 29 28
3 1 1 1 1 3 3 3 3 e e 3 e e 30 29
4 1 2 2 2 1 1 1 2 e e 3 e e 15 16
5 1 2 2 2 2 2 2 3 e e 1 e e 18 19
6 1 2 2 2 3 3 3 1 e e 2 e e 22 23
7 1 3 3 3 1 1 1 3 e e 2 e e 11 11
8 1 3 3 3 2 2 2 1 e e 3 e e 13 13
9 1 3 3 3 3 3 3 2 e e 1 e e 16 15
10 2 1 2 3 1 2 3 1 e e 1 e e 14 13
11 2 1 2 3 2 3 1 2 e e 2 e e 16 15
12 2 1 2 3 3 1 2 3 e e 3 e e 22 23
13 2 2 3 1 1 2 3 2 e e 3 e e 13 13
14 2 2 3 1 2 3 1 3 e e 1 e e 15 15
15 2 2 3 1 3 1 2 1 e e 2 e e 17 18
16 2 3 1 2 1 2 3 3 e e 2 e e 4 5
17 2 3 1 2 2 3 1 1 e e 3 e e 10 11
18 2 3 1 2 3 1 2 2 e e 1 e e 14 14
19 3 1 3 2 1 3 2 1 e e 1 e e 16 15
20 3 1 3 2 2 1 3 2 e e 2 e e 13 14
21 3 1 3 2 3 2 1 3 e e 3 e e 19 20
22 3 2 1 3 1 3 2 2 e e 3 e e 14 13
23 3 2 1 3 2 1 3 3 e e 1 e e 9 10
24 3 2 1 3 3 2 1 1 e e 2 e e 17 16
25 3 3 2 1 1 3 2 3 e e 2 e e 13 14
26 3 3 2 1 2 1 3 1 e e 3 e e 8 9
27 3 3 2 1 3 2 1 2 e e 1 e e 11 12
4.3.2 Penentuan nilai respon
Setelah diketahui tabel ortogonal Array maka proses percobaan selanjutnya adalah melakukan percobaan untuk mendapatkan nilai respon dengan banyak percobaan sebanyak 27 kali dan replikasi 2 kali. Seperti terlihat pada tabel di atas.

4.4 Pengaruh Faktor Terhadap Variabilitas gerakan robot lengan
4.4.1 Menghitung Rasio S/N
Untuk mengetahui faktor utama dan interaksi antar dua faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon gerakan pada robot lengan maka digunakan analisis variansi (ANOVA). Data yang digunakan dalam analisis ANOVA telah ditransformasikan ke dalam S/N di mana rasio S/N (Signal to Noise) = 10 log MSD. Dalam penelitian ini, karakteristik kualitas yang menjadi tujuan utama perbaikan adalah memaximalkan variabilitas gerakan robot lengan
Gerakan robot lengan memiliki karakteristik kualitas large the better dengan nilai target percobaan adalah 90%. MSD dengan karakteristik large the better dalam percobaan ini kita akan menggunakan soft ware minitab 14.0 untuk pengolahan datanya.

4.4.2 ANOVA Rasio S/N Respon gerakan
Faktor-faktor yang akan diuji apakah berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat gerakan robot lengan dengan ANOVA adalah panjang lengan robot (A), volume air dlm Suntikan (B), dan beban (C) dan interaksi antar dua faktor AxB, AxC, BxC yang dapat dimodelkan sebagai berikut :
Yijk =  + i + j + ()ij + k + ()ik + ()jk + ijk
di mana :
Yijk = pengamatan faktor A level ke-i, faktor B level ke-j, dan faktor C
level ke-k.
x = rata-rata keseluruhan
i = pengaruh faktor A level ke-i
j = pengaruh faktor B level ke-j
k = pengaruh faktor C level ke-k
ij = pengaruh interaksi faktor A dan B
ik = pengaruh interaksi faktor A dan C
jk = pengaruh interaksi faktor B dan C
ijk = variansi error  IIDN (0,2)
dengan i = j = k = level faktor = 1, 2, 3

Hasil perhitungan ANOVA dengan menggunakan software Minitab release 14.0 maka karakteristik kualitas robot lengan adalah seperti yang diperlihatkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.4 ANOVA Rasio S/N Respon lemparan
Sumber variansi DF SS MS Fhitung Ftabel
(0,1;v1,8)
Panjang lengan robot ( A ) 2 62,579 31,2897 11,21
Bahan (B ) 2 122,948 61,4741 22,03

Penjepit ( C ) 2 44,663 22,3315 8,00
AxB 4 15,068 3,7671 1,35
AxC 4 34,451 8,6128 3,09
BxC 4 2,875 0,7188 0,26
Error 8 22,328 2,7910
Total 26 304,913


Untuk mengetahui seberapa besar MS (Mean Square) yang diberikan oleh masing-masing faktor dan interaksinya, maka MS faktor dan interaksinya dapat dihitung sebagai berikut :
MS untuk faktor A
MSA = 31,2897
MS untuk faktor B
MSB = 61,4741
MS untuk faktor C
MSC = 22,3315
MS untuk interaksi AxB
MSAxB = 3,7671

MS untuk interaksi AxC
MSAxC = =
MSAxC = 8,6128
MS untuk interaksi BxC
MSBxC =
MSBxC = 0,7188

Sedangkan nilai Fhitung untuk masing-masing faktor dan interaksinya dapat dihitung dengan rumus :
Fhitung =

Untuk faktor A
Fhitung = 11,21

Untuk faktor B
Fhitung = 22,03

Untuk faktor C
Fhitung = 8,00

Untuk interaksi AxB
Fhitung = 1,35

Untuk interaksi AxC
Fhitung = = 3,09
Untuk interaksi BxC
Fhitung = 0,26

4.4.3 Pooling Faktor
Untuk mengetahui faktor-faktor mana yang signifikan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap respon gerakan maka dilakukan penggabungan beberapa faktor ke dalam error. Faktor-faktor yang tidak signifikan dikumpulkan sebagai error. Penentuan error ini dilakukan dengan metode pooling, yaitu mengumpulkan faktor sebagai error dimulai dari faktor dengan Sums of Square (SS) yang terkecil sampai derajat bebas error mendekati atau sama dengan setengah dari derajat bebas totalnya.
Tabel 4.5 Pooling Faktor Respon gerakan
Sumber Variasi Pooling DF SS MS Fhitung Ftabel (0,1;v1;14)
Faktor A 4 2 62,579 31,2897 11,21
Faktor B 5 2 122,948 61,4741 22,03
Faktor C 2 44,663 22,3315 8,00
Interaksi AxB 2 4 15,068 3,7671 1,35
Interaksi AxC 3 4 34,451 8,6128 3,09
Interaksi BxC y 4 2,875 0,7188 0,26

(e) 8 22,328 2,7910
Total 26 304,913


4.4.4 Persen Kontribusi
Persen kontribusi digunakan untuk mengetahui sumbangan dari faktor utama dan interaksi yang signifikan. Berdasarkan tabel 4.5, faktor yang signifikan adalah x
Persen kontribusi faktor utama dan faktor interaksi untuk variabel respon gerakan adalah seperti pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Persen Kontribusi gerakan robot lengan
Sumber variasi SS DF MS SS’ Persen kontribusi
Panjang lengan (A) 62,579 2 31,2897 62,579 20.53
Penjepit (C) 44,663 2 22,3315 44,663 14.65
AxB 15,068 4 3,7671 45.204 14.8
AxC 34,451 4 8,6128 103,3528 33.9
Error 2,7910 22,328
Total 304,913
304,913

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh masing-masing faktor dan interaksi terhadap pembentukan model, dapat dihitung SS’ di mana SS’ untuk faktor dan interaksi adalah :
SS’ = SS – MSe x V
SS’ untuk faktor A
SS’A = SS – MSe x VA
SS’A = 62,579-31,2897x2
SS’A = 62,579
SS’ untuk faktor C
SS’B = SS – MSe x VC
SS’B = 44,663-22,3315x2
SS’B = 44,663
SS’ untuk interaksi AxB
SS’AxB = SS – MSe x VAxB
SS’AxB = 15,068- 3,7671 x 4
SS’AxB = 45.204
SS’ untuk interaksi AxC
SS’AxC = SS – MSe x VAxC
SS’AxC = 34,451- 8,6128 x 4
SS’AxC = 103,3528

Sedangkan persen kontribusi masing-masing faktor dihitung berdasarkan rumus :
% P =
Maka persen kontribusi untuk masing-masing faktor utama dan interaksi adalah sebagai berikut :
% PA = 20.53
% PB = 14.65
% PAxB = 14.8
% PAxC = 33.9

Dari tabel 4.6, terlihat bahwa besarnya persen kontribusi jarak lemparan pada ketapel dipengaruhi oleh Panjang lengan (20.53%), beban (14.65%), interaksiAxB (14.8% ) interaksi AxC ( 33.9% )
4.4.5 Nilai Optimum
Nilai optimum yang didapatkan dari penelitian ini meliputi kombinasi level optimum dan rasio S/N optimum. Nilai optimum berguna untuk mengetahui level dari setiap faktor yang dapat mengoptimalkan respon gerakan robot. Kondisi optimum dipilih untuk setiap level yang memberikan nilai rata-rata rasio S/N yang tertinggi.

4.4.5.1 Kombinasi Level Faktor Optimum
Kondisi optimum level faktor utama yang diamati yaitu lengan robot (A), suntikan (B), dan cairan (C) yang secara bersama-sama pengaruh tiap faktornya terhadap variabilitas respon gerakan robot dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.7 Rata-rata rasio S/N Masing-Masing Level Faktor
A B C
Level 1 25,52 25,80 22,17
Level 2 22,25 23,70 22,79
Level 3 22,33 20,60 25,15
Selisih 3,27 5,20 2,98
Rangking 2 1 3

Tabel 4.8 Pemecahan Interaksi AxB
Interaksi B1 B2 B3
A1
A2
A3

Tabel 4.9 Pemecahan interaksi AxC
Interaksi C1 C2 C3
A1
A2
A3

Kombinasi level faktor yang memberikan jarak lemparan yang optimum didapatkan dari rata-rata rasio S/N yang tertinggi, setelah dilakukan perhitungan rata-rata rasio S/N tiap-tiap level faktornya.
Berdasarkan plot pengaruh faktor utama pada gambar 4.1, terlihat kondisi optimum untuk respon gerakan robot tanpa mengikut sertakan faktor interaksi dicapai pada kondisi level A1B1C3 yaitu

Panjang lengan (A) : 5 cm
Bahan (B) : 5 ml
Penjepit (C) : 2 cm
4.4.5.2 Taksiran Rasio S/N Optimum
Gerakan robot dikatakan optimal jika kombinasi level faktor dari faktor yang signifikan menghasilkan penyimpangan gerakan yang terkecil. Taksiran nilai kondisi optimum dihitung hanya berdasarkan faktor yang signifikan. Faktor yang tidak signifikan tidak diikutsertakan dalam model.
Faktor-faktor yang signifikan yaitu panjang lengan (A1), Volume air (B1), sehingga untuk respon gerakan robot, taksiran kondisi optimum dapat dimodelkan sebagai berikut :
S/Noptimum
S/Noptimum = 25.52+25.80+25.15
S/Noptimum = 76.47

Interval kepercayaan untuk taksiran kondisi optimum pada tingkat kepercayaan 90% adalah
CI = S/Noptimum

Hasil perhitungan kondisi optimum jika dikonversikan ke dalam nilai MSD, maka :
S/N = - 10 log MSD
MSD = 10(-S/N)/10
=
jadi
y taksiran

Dengan demikian dari hasil penelitian diperoleh S/N optimum untuk respon gerakan robot dengan dinamo kepercayaan 90% diperoleh batas interval kepercayaan.


BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan data pada bab sebelumnya selanjutnya dilakukan analisa dan pembahasan secara detail dan sistematis agar kesimpulan yang dihasilkan bisa lebih tepat dan akurat.

5.1 PERCOBAAN UTAMA
Eksperimen utama dilakukan berdasarkan desain eksperimen dari Orthogonal Array L27 dengan menggunakan tiga faktor utama yaitu , panjang lengan, Volume air dalam sntikan, dan beban, serta tiga interaksi dari masing-masing faktor dengan melakukan replikasi percobaan sebanyak dua kali. Pengolahan data eksperimen utama dilakukan dengan menganalisis pengaruh faktor-faktor dominan terhadap jarak gerakan robot lengan. Analisa pengaruh faktor-faktor dominan terhadap jarak gerakan lengan dilakukan dengan ANOVA, pemilihan level pada kondisi optimum, perhitungan persen kontribusi, serta penentuan interval kepercayaan. Analisis terhadap variabilitas ini, data eksperimen utama terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk rasio S/N.

5.2 ANALISA VARIANSI (ANOVA)
Berdasarkan dari tabel ANOVA terhadap respon gerakan robot lengan yang pengolahan datanya menggunakan software Minitab release 14.00 maka dapat dilakukan pengujian hipotesa sebagai berikut :
H0 : = = ( tidak ada pengaruh lengan robot)
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : Fhitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot
H0 : = ( tidak ada pengaruh Volume air dlm suntikan)
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : Fhitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot
H0 : = = ( tidak ada pengaruh beban )
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : F hitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot
H0 : = (tidak ada pengaruh interaksi panjang lengan dan volume air dlm suntikan)
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : Fhitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot
H0 : = (tidak ada pengaruh interaksi panjang lengan dan beban)
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : F hitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot
H0 : = (tidak ada pengaruh interaksi Volume air dlm suntikan dan beban)
H1 : paling sedikit ada satu pasang yang tidak sama
Kesimpulan : F hitung = maka ada pengaruh terhadap variabel respon gerakan robot

Dari hasil pengujian hipotesa di atas, dapat dinyatakan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan (pada  = 10%) terhadap variabel respon lemparan ketapel yaitu panjang lengan, Volume air suntikan, interaksi AxB dan interaksi AxC

5.3 PROSEDUR POOLING
Prosedur pooling dilakukan apabila dari uji ANOVA ternyata ada faktor utama atau interaksi yang signifikan pada respon. Prosedur pooling dilakukan dengan menggabungkan faktor utama dan faktor interaksi yang signifikan tersebut dengan nilai error. Prosedur pooling dilakukan dengan membandingkan derajat bebas error dengan derajat bebas faktor di mana derajat bebas error mendekati ½ dari derajat bebas totalnya. Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa faktor
berpengaruh secara signifikan dengan tingkat signifikan yang lebih besar.

5.4 PERSEN KONTRIBUSI FAKTOR
Persen kontribusi menunjukkan sumbangan faktor dan interaksi terhadap rasio S/N lemparan yang dihasilkan, di mana rasio S/N yang semakin tinggi menunjukkan hasil geraakan yang semakin baik. Semakin tinggi persen kontribusinya maka semakin kuat pengaruh faktor atau interaksi tersebut dalam mengendalikan gerakan robot. Di samping kontribusi dari faktor dan interaksi yang signifikan, terdapat juga kontribusi dari error yang mewakili kontribusi dari interaksi yang lemah (kurang signifikan).
Persen kontribusi faktor terhadap variabilitas lemparan menunjukkan kekuatan relatif suatu faktor dalam mereduksi variasi. Jika faktor atau kontrol atau level kontrol pada level yang tepat, maka total variasi dapat direduksi sejumlah yang ditunjukkan oleh persen kontribusi. Berdasarkan persen kontribusi menunjukkan bahwa gerakan robot dipengaruhi :
% PA = 20.53
% PB = 14.65
% PAxB = 14.8
% PAxC = 33.9
5.5 KONDISI OPTIMUM
Pemilihan level pada kondisi optimal didasarkan pada nilai S/N terbesar. Kondisi optimum pada gerakan robot dimaksudkan untuk memilih level dari faktor yang signifikan berdasarkan nilai S/N. Berdasarkan plot pengaruh faktor utama pada gambar 4.1 menunjukkan kondisi optimum untuk respon gerakan robot dicapai pada kombinasi level . Sedangkan dengan mempertimbangkan faktor interaksi AxB dan AxC seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3, di mana kondisi optimum dicapai pada A1B1 dan A1C3. Kondisi optimum yang dicapai dengan mempertimbangkan faktor utama dan faktor interaksi dicapai pada kombinasi level A1B1C3 dengan rancangan sebagai berikut :
Panjang lengan (A) : 5 cm
Bahan (B) : 5 ml
Pencepit (C) : 2 cm

S/N optimum merupakan nilai optimum yang diperoleh berdasarkan level-level faktor yang signifikan.
5.6 CONFIDENCE INTERVAL
Confidence interval merupakan batas maksimum dan minimum suatu nilai di mana rata-rata optimal gerakan robot yang diperoleh berada pada batas tersebut. Confidence interval juga digunakan untuk menguji hasil percobaan konfirmasi, berhimpit ataukah berada di luar interval desain awal. Berdasarkan kombinasi optimum yang diperoleh, maka confidence interval yang diperoleh untuk S/Noptimum respon gerakan robot adalah XXX
























BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon lemparan ketapel pada percobaan utama adalah panjang lengan dan Volume air dlm suntikan
2. Kondisi optimum untuk respon lemparan dicapai pada kombinasi level A3B1C3 yaitu
Panjang lengan (A) : 5 cm
Bahan (B) : 5 ml
Penjepit (C) : 2 cm
6.2 SARAN
1. Untuk meningkatkan kualitas gerakan robot menjadi lebih baik, maka faktor dan level optimal yang diperoleh dari respon gerakan robot dengan menggunakan Metode Taguchi dapat diterapkan.
2. Untuk lebih memperbaiki respon gerakan robot, diperlukan penelitian lanjutan dengan memasukkan faktor-faktor lain yang belum dimasukkan dalam penelitian ini seperti jenis cairan, bahan yang dipakai dll
3. Mempertimbangkan suntikan sebagai faktor noise. Dengan memasukkan faktor noise ke dalam rancangan percobaan maka dapat memperlihatkan metode Taguchi robust terhadap kondisi lingkungan yang tidak dapat dikontrol.

Sabtu, 17 Januari 2009

pengukuran kinerja

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM
PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED
PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS
(Studi Kasus: Jurusan Teknik Industri Universitas MUHAMMADIYAH GRESIK)

ABSTRAK
Untuk menjamin kualitas pendidikan di Jurusan Teknik Mesin, diperlukan sebuah rancangan sistem pengukuran kinerja (SPK) yang terintegrasi dengan metode IPMS (Integrated Performance Measurement Systems). Dengan metode IPMS, Key Performance Indicators (KPI) Jurusan Teknik Mesin ditentukan berdasarkan stakeholder requirement melalui empat tahapan yaitu; identifikasi stakeholder requirement, external monitor, penetapan objectives, dan identifikasi KPIs. Hasil perancangan SPK di Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram, dapat mengidentifikasi 38 KPIs yang dikelompokkan dalam 9 kriteria kinerja Jurusan Teknik Mesin, yaitu; kurikulum, mahasiswa, finansial, SDM, administrasi akademik, proses pembelajaran, alumni, evaluasi dan pengendalian, dan external party.
Kata Kunci : Sistem Pengukuran Kinerja, IPMS, Teknik Mesin Unram.

ABSTRACT
To assure the quality of education in the Department of Mechanical Engineering, we need to design an integrated performance measurement system. For that purpose, we used the IPMS (Integrated Performance Measurement Systems) method. Using the IPMS method, Key Performance Indicators (KPIs) of the Department of Mechanical Engineering were determined by pursuant to stakeholder requirement through four steps. Those are identifying the stakeholder requirement, external monitor, stipulating objectives, and identification of KPIs. Performance measurement system with the IPMS method in the Department of Mechanical Engineering of Mataram University can be identified into 38 KPIs grouped in 9 criterias of performance of the Department of Mechanical Engineering, that are curriculum, student, financial, human resources, administration academic, teaching and learning, alumnus, evaluation and operation, and externalparty.
Keywords: Performance Measurement System, IPMS, Mechanical of Engineering Unram.
1. PENDAHULUAN
Salah satu aspek kritis dari setiap usaha yang dilakukan adalah apakah usaha tersebut akan berhasil diselesaikan (sukses) untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pertanyaan tersebut berlaku juga untuk penelitian yang produk penelitiannya berupa objek yang harus terukur oleh seperangkat pengukuran tertentu. Pertanyaan mengenai usaha penelitian apa yang harus dipertimbangkan keberhasilannya masih menjadi topik perdebatan hangat serta membuka pencarian suatu mekanisme efektif dan menjadi indikasi bagaimana penelitian harus diuji.
Indikator kesuksesan penelitian merupakan hal yang sangat penting. Ini merupakan jalan efektif untuk menentukan kinerja dari penelitian dan nilai tambah suatu hasil penelitian. Di beberapa negara seperti di Indonesia penggunaan indikator keberhasilan untuk menguji penelitian secara umum telah dilakukan, namun tidak ada bukti yang kuat mengenai adanya suatu model indikator keberhasilan standar yang berlaku umum serta menyeluruh. Dalam setiap negara, institusi penelitian dan atau lembaga penelitian boleh menggunakan skema, mekanisme, dan standar yang berbeda untuk menguji outcome penelitian yang sesuai dengan ciri penelitiannya, terlebih lagi seiring dengan berjalannya waktu, interpretasi mengenai indikator kesuksesan suatu penelitian berubah untuk menjawab perubahan karakteristik penelitian.
Penggunaan indikator kinerja perlu diperhatikan jika indikator tersebut akan diterapkan dalam perekomendasian pada investigasi yang dilakukan. Bourke dan Butler (1993) mengobservasi bahwa keistimewaan mendasar dari penelitian modern adalah sangat multidisiplin, jadi penggunaan indikator kinerja harus mengamati struktur intelektual dan orientasi lapangan dari unit yang diteliti. Lynn Grigg (1993) selanjutnya mencermati bahwa sepanjang dekade penelitian internasional mengenai indikator kinerja hingga saat sekarang ini belum ada konsensus mengenai indikator yang disepakati untuk luaran dan impact suatu penelitian. Tambahan lagi dalam menggunakan indikator, Grigg mengingatkan bahwa agar proses evaluasi menjadi lebih efektif, maka perlu dimasukkan aspek pengembangan atau improvement-oriented planning dan intention. Berdasarkan hal tersebut diatas perlu dipahami bahwa indikator kinerja untuk penelitian tidak bersifat universal dan statis, melainkan harus sesuai dengan perubahan karakteristik penelitian itu sendiri.
Perkembangan indikator kinerja penelitian atau sukses indikator penelitian tergantung kepada setting dari penelitian itu sendiri. Indikator keberhasilan penelitian individual berbeda dari penelitian institusi yang mengawasi dan mengatur penelitian dengan skala yang lebih luas. Begitu pula halnya dengan indikator keberhasilan penelitian di universitas yang berbeda dari penelitian non universitas. Perbedaan tidak terletak pada skema pendanaan tetapi lebih pada kenyataan bahwa penelitian di universitas juga terkait dan melayani pendidikan. Konsekuensinya pengukuran keberhasilannya harus berbeda juga.
Secara umum indikator kesuksesan dapat dikembangkan dan diimplementasikan dalam dua level, yakni secara makro dan secara mikro. Tingkat mikro adalah untuk penelitian individual, sedangkan tingkat makro adalah untuk penelitian yang bersifat umum.
Pentingnya pengukuran kinerja tidak hanya diperlukan dan dilakukan dalam dunia bisnis tetapi juga dalam dunia pendidikan. Demikian pentingnya pengukuran kinerja dalam pengelolaan Perguruan Tinggi atau dunia pendidikan, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memasukkannya dalam format manajemen baru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan dilakukan dengan memasukkan penilaian, akreditasi dan evaluasi diri institusi yang dilakukan terhadap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (Soehendro, 1996).
Dengan membentuk Badan Akreditasi Nasional (BAN), Departemen Pendidikan Nasional berusaha mengawasi dan membina mutu pendidikan tinggi. Mutu Pendidikan sebagai kewajiban konstitusinya dengan menjadikan beberapa indikator kinerja dari suatu Perguruan Tinggi sebagai parameternya. Terlepas dari manfaat yang diperoleh, sistem penilaian kinerja Badan Akreditasi Nasional (BAN) masih terdapat beberapa kelemahannya. Kelemahan yang utama adalah karena lebih menekankan pada penilaian terhadap kriteria dan persyaratan perizinan atau pelaksanaan Perguruan Tinggi, sehingga lebih bersifat administratif. Padahal pengenalan kualitas kinerja untuk merencanakan kegiatan fungsional menuju peningkatan kualitas yang berkelanjutan masih belum terwujud sepenuhnya (Vanany, 1999). Agar kualitas kinerja berkelanjutan, perlu dikorelasikan dengan strategi jangka panjang dengan merujuk pada visi, misi yang telah ditetapkan. Menurut Brojonegoro (1999) dalam makalah pada Teaching Improvement Workshop, menekankan agar perguruan tinggi di Indonesia menyusun rencana strategis jangka panjang untuk merealisasikan visi dan misi yang telah ditetapkan. Dari rencana strategis tersebut kemudian diturunkan menjadi rencana operasional yang diimplementasikan setiap tahun. Dengan adanya rencana tersebut maka keterkaitan antara program dengan target pencapaian dapat diketahui dan ini yang merupakan
salah satu indikator kinerja perguruan tinggi. Belum adanya sistem kearsipan yang rapi dan teratur, tidak ada sistem database yang memadai, sistem administrasi yang belum teratur, belum efektifnya evaluasi yang berkelanjutan dari kesesuaian kurikulum dengan kualitas lulusan yang dibutuhkan oleh pemakai lulusan, tidak adanya kontrol terhadap implementasi kurikulum dan silabus pada proses belajar mengajar, dan lain-lain. Dengan demikian banyak dan kompleknya permasalahan yang ada, maka Jurusanberusaha mengambil langkah-langkah prioritas dalam menyelesaikan permasalahan dan untuk meningkatkan kinerjanya. Ada tiga prioritas yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja (performance) Jurusan Teknik Mesin yaitu: pembenahan manajemen pelayanan Jurusan, manajemen pembelajaran, manajemen hubungan dengan dunia luar. Untuk mengukur tingkat keberhasilan, efisiensi, dan efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan, diperlukan sebuah sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan dan implementasinya.Sampai saat ini sistem pengukuran kinerja dan implementasinya di Jurusan Teknik Industri UMG belum ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan perancangan dan implementasi sistem pengukuran kinerja di Jurusan Teknik Industri UMG. Dengan perancangan sistem pengukuran kinerja dan implementasinya diharapkan dapat mewujudkan manajemen Jurusan Teknik Industri yang terintegrasi dengan jaminan mutu. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk merancang sistim pengukuran kinerja di Jurusan Teknik Industri UMG. Secara lebih detail tujuan dari penelitian ini adalah sebagaiberkut:
1. Menentukan ukuran-ukuran kinerja (measures) yang biasa disebut KPI.
2. Memperoleh rancangan/cetak biru SPK Jurusan Teknik Industri UMG.
1.2. Indikator Keberhasilan Riset
Indikator untuk penelitian individual ditekankan pada pengukuran sejauh mana tingkat keberhasilan suatu penelitian individual dibandingkan terhadap seperangkat pedoman yang telah ditetapkan. Jika penelitian dilihat sebagai suatu sistem, indikator kesuksesan penelitian dapat dibagi dalam empat aspek. Pada setiap aspek, penelitian individual harus dilakukan. Walaupun harus diuji secara terpisah, penilaian sistem penelitian tersebut harus mampu mengarah pada kinerja penelitian individual secara menyeluruh.
1.2.1. Indikator Masukan
Indikator kinerja input digunakan untuk menilai input dari suatu sistem penelitian individual, yakni berupa pengukuran kualitas sumber yang digunakan untuk menjalankan suatu penelitian, seperti:
1- kualitas sampel (data terkini, time series data)
2- kualitas pakar yang berkaitan dengan data
3- kualitas dan kuantitas sumber dana
4- sistem pendanaan
5- jumlah SDM dan kepakaran serta pengalaman material
6- kualitas sistem informasi
7- pengukuran individual lainnya
1.2.2. Indikator Proses
Selama pelaksanaan penelitian, aspek berikut ini dapat digunakan sebagai indikator kinerja:
1- efisiensi aktivitas penelitian
2- individual versus penelitian multi dan cross – disiplin
3- metodologi penelitian
4- kemajuan pelaksanaan tahapan penelitian
5- metode komunikasi didalam tim penelitian
6- kuantitas dan kualitas laporan kemajuan dalam menyampaikan kemajuan penelitian kepada stakeholders.

Aspek di atas akan mengindikasikan bagaimana penelitian individual dilaksanakan dan dihasilkan. Pelaksanaan, pengukuran indikator kinerja diatas secara umum diterapkan selama proses monitoring berlangsung. Indikator kinerja diatas dianggap kritis karena indikator tersebut mengukur kemampuan penelitian untuk tetap berjalan selama pelaksanaan penelitian dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Kegagalan menjaga progresivitas penelitian akan membawa kegagalan pencapaian tujuan.
1.2.3. Indikator Luaran

Penilaian mekanisme penelitian individual yang mungkin paling umum dilakukan adalah mengukur output-nya. Kinerja penelitian dapat diuji berdasar pada kualitas output-nya yang dindikasikan dengan:
1. Produced output
Produced output merupakan pengukuran output penelitian yang didasarkan pada hasil penelitian. Indikator output yang dihasilkan antara lain:
1- jumlah publikasi
2- jumlah paten
3- jumlah pasal dalam buku
4- jumlah makalah seminar dipublikasi

2. Consumed output
Consumed output adalah indikator kinerja yang dihasilkan dari penggunaan/aplikasi output penelitian. Indikator ini umumnya mengukur bagaimana output penelitian individual dapat mempengaruhi dan digunakan atau dipakai oleh peneliti lain atau aktivitas pendidikan.
Indikator untuk consumed output adalah:
1- Jumlah sitasi dalam paper skala nasional dan internasional, dan
2- Jumlah bahasan dan doktor yang dihasilkan, untuk kasus penelitian akademik
1.2.4. Indikator hasil
Pengujian terakhir terhadap penelitian individual adalah dengan melakukan pengukuran dampak produk penelitian individual secara menyeluruh. Umumnya keberhasilan suatu penelitian diukur terhadap bagaimana suatu outcome penelitian dapat berdampak secara internal dan eksternal kepada lingkungan komunitas dari penelitian.
1- Internal impact, secara internal, riset impact diukur berdasarkan perkembangan metode teori dan inovasi baru sesudah menentukan kinerja output, kemudian ditentukan berapa lama produce output menjadi knowledge domain dari sains.
2- External impact, indikator untuk riset outcome mengukur dampak dari outcome penelitian individual kepada komunitas dan lingkungan di luar knowledge domain penelitian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian yang harus berhenti setelah menghasilkan produce output, tidak menghasilkan manfaat yang lain bagi komunitas eksternal.
Dalam kenyataannya, banyak penelitian di Indonesia berhenti pada producing output, misalnya berhenti setelah menghasilkan laporan tanpa usaha melakukan diseminasi hasil penelitian.
External outcome perfomance indicator antara lain adalah:
1- Dampak research outcome kepada kebijakan pemerintah dalam sosial, politik, ekonomi dan aspek lingkungan.
2- Dampak research outcome kepada masyarakat sekitar/lingkungan.
1.2.5. Indikator Keberhasilan Riset Akademik
Indikator kinerja suatu penelitian akademik, yang penelitiannya dilakukan pada konteks lingkungan akademis, secara umum memiliki persamaan dengan penelitian orang lain. Perbedaan yang cukup mendasar memberikan bentuk penelitian akademis yang lebih umum. Sehubungan dengan indikator kinerja yang bersifat umum, penelitian-penelitian akademis harus memenuhi karakteristik aspek-aspek akademis, seperti pendidikan dan kepakaran ilmu.
Secara umum, kinerja dari suatu output penelitian akademik diukur hanya dengan suatu produced output, seperti jumlah artikel yang dipublikasikan di dalam jurnal terkemuka. Pada kenyataannya, seharusnya kinerja ini juga diukur dengan penggunaan consumed output oleh para peneliti lain dalam bentuk sitasi dan kualitas jurnal ilmiah dimana consumed output dinyatakan.
Indikator untuk kinerja penelitian akademik adalah:
1- jumlah buku yang dipublikasikan per staf pengajar
2- jumlah buku yang diedit dan dipublikasikan staf pengajar
3- jumlah bab dalam buku per staf pengajar
4- jumlah artikel direferensikan yang dipublikasi per staf pengajar
5- pekerjaan kreatif dan luaran sejenis lainnya per staf pengajar
6- pengembalian investasi
1.2.6. Usulan Indikator Kinerja Riset
Berdasarkan review indikator kinerja penelitian saat ini, terdapat platform umum untuk menguji keberhasilan dari usaha penelitian. Penetapan kinerja atau indikator keberhasilan penelitian harus mempertimbangkan adanya dua level penelitian, yaitu pada level penelitian individual dan level manajemen penelitian.
Pada level penelitian individual, indikator harus dapat mengukur kualitas penelitian secara internal. Hampir semua pengukuran bersifat kualitatif dan dapat dilakukan self-assessment. Indikator kinerja input dan indikator kinerja proses adalah dua indikator yang dapat memperlihatkan bagaimana suatu penelitian individual yang berhasil dapat diperoleh. Kedua indikator utama ini dapat diimplementasikan secara internal. Setiap peneliti individual dapat memelihara kulitas kemajuan penelitiannya berdasarkan pada pedoman yang telah ditentukan. Mengingat sebagian besar dari indikator menentukan aspek internal dari suatu program penelitian, peneliti harus mampu melakukan self assess untuk mengukur kemajuan penelitiannya sendiri.
Sebaliknya indikator kinerja output akan diukur dengan cara yang lebih bersifat kuantitatif dan dilaksanakan oleh pihak eksternal. Indikator kinerja outcome mengukur dampak penelitian secara internal dan eksternal. Menguji dampak internal suatu penelitian dapat dianggap suatu pekerjaan yang mudah dilaksanakan, sementara mengukur dampak penelitian pada lingkungan masyarakat secara eksternal jauh lebih sulit untuk dilaksanakan. Untuk yang pertama dapat ditentukan secara internal sedangkan yang terakhir harus melibatkan berbagai aspek yang lebih besar dan jauh lebih kompleks.
Pada level yang lebih tinggi indikator untuk mengukur keberhasilan suatu penelitian harus juga ditentukan. Penetapan indikator keberhasilan penelitian pada level manajemen meliputi seluruh indikator yang dapat mengukur keberhasilan institusi dan manajemen penelitian dalam proses promosi, pemeliharaan dan peningkatan kualitas penelitian individual. Sehingga indikator keberhasilan di sini harus dapat mengindikasikan keberhasilan seluruh penelitian individual secara mengglobal di bawah pengawasan atau manajemennya, demikian juga dengan dukungan dan pencapaian keberhasilan penelitian individual.
Pada tingkat universitas, indikator kinerja dapat dikembangkan berdasarkan pada pengukuran kinerja dari output penelitian akademik. Indikator ini harus digunakan untuk menilai bagaimana tingkat keberhasilan suatu lembaga penelitian universitas atau pusat penelitian, dalam mendapatkan manajemen penelitian yang baik. Pengukuran ini harus menunjukkan secara jelas nilai tambah suatu penelitian kepada komunitas akademika (internal dan eksternal) sebaik kepada masyarakat luas. Kinerja dari output akademik ditunjukkan dalam indikator kuantitatif sebagai berikut:
1- jumlah buku yang dipublikasikan per jumlah staf
2- jumlah buku yang diedit dan dipublikasikan per jumlah staf pengajar
3- jumlah chapter direferee dalam buku per staf akademik
4- jumlah artikel berjuri per staf akademik
5- jumlah publikasi per staf pengajar pada pertemuan ilmiah nasional maupun internasional
6- karya kreatif dan luaran sejenis lainnya per staf pengajar
7- pengembalian investasi
Dimana secara kualitatif, kinerja dari indikator akademik akan mengukur tingkat kualitas penelitian yang berada di bawah organisasi lembaga penelitian universitas.
1.2.7. Gambaran Kinerja Riset Nasional

Hingga saat ini diakui bahwa kinerja riset-riset nasional Indonesia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok dan kelembagaan, masih sangat rendah. Hal ini tentunya tercermin pula pada program riset nasional seperti RUT dan RUK. Untuk mengetahui kinerja riset-riset tersebut, maka dalam studi ini dilakukan kajian melalui pemantauan dan evaluasi manfaat serta dampak program RUT dan RUK. Diharapkan gambaran yang diperoleh dari studi dapat secara obyektif menggambarkan kondisi kinerja pengelola riset dalam program RUT dan RUK.
Sebagai bandingan, Thulstrup menyatakan bahwa riset-riset di banyak negara berkembang masih mengalami hambatan dan kinerjanya masih kurang memuaskan. Hal ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk:
1• Riset di negara berkembang umumnya masih digunakan sebagai media pelatihan bagi peneliti, sehingga hasil yang diperolehnya pun menjadi tidak banyak berarti selain peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
2• Keberhasilan pelaksanaan riset terapan sangat rendah, sementara riset-riset lain juga sering kali belum memuaskan hasilnya. Dengan hasil riset terapan yang rendah ini maka pemanfaatan langsung riset oleh masyarakat menjadi rendah pula.
3• Pengaruh riset terhadap pertumbuhan ekonomi negara masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan sulitnya bagi pengambil keputusan untuk meningkatkan alokasi dana riset yang lebih besar, karena manfaat riset tersebut masih dipertanyakan.
4• Pemantauan terhadap riset lebih ditekankan (dipentingkan) terhadap input ketimbang hasil yang dicapai. Hal ini terlihat dari konsentrasi pematauan dan evaluasi riset yang lebih mengutamakan pada ketertiban administratif dan finansial daripada keberhasilan substansial.
5• Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa kegagalan proyek-proyek riset utama disebabkan karena pengabaian tujuan dan sasaran riset, serta ketidak-seimbangan antara pembiayaan proyek riset dengan kebijakan pelaksanaan.
Dari indikasi di atas lebih lanjut Thulstrup menyimpulkan bahwa kegagalan-kegagalan riset di negara-negara berkembang tersebut sering kali terjadi karena hal-hal berikut:
1• Peralatan yang kurang memadai dan/atau tidak berfungsi dengan baik
2• Dana untuk kegiatan operasi dan perawatan yang tidak memadai
3• Waktu peneliti yang tidak cukup terkonsentrasi pada satu topik penelitian
4• Teknisi kurang terlatih
5• Kurangnya kerjasama antar peneliti
6• Rendahnya pengawasan terhadap mutu dan efisiensi riset
7• Kurang memadainya insentif bagi peneliti dan sangat bergantung pada kebijakan nasional
2. INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM (IPMS)
Integrated Performance Measurement System, yang selanjutnya disebut IPMS merupakan
sistem baru pengukuran kinerja yang dibuat di Centre for Strategic Manufacturing, University of Strathclyde, Glasgow (Suwignjo, 2000), dengan tujuan mendeskripsikan dalam arti yang tepat bentuk dari integrasi, efektif dan efisien SPK, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka dideskripsikan sebagai berikut:
1 Komponen pokok dari sistem pengukuran kineja.
2. Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan.
Model IPMS membagi level bisnis suatu organisasi menjadi 4 level seperti Gambar 1, yaitu:
Business (Corporate – Bisnis Induk), Business Unit (Unit Bisnis), Business Process (Proses
Bisnis), dan Activity (Aktivitas Bisnis). Sehingga perancangan SPK dengan model IPMS harus
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: identifikasi stakeholder dan requirement, melakukan External Monitor (Benchmarking), menetapkan objectives bisnis, mendefinisikan measures/KPI, melakukan validasi KPI, dan spesifikasikan KPI.
2.1 Stakeholder Requirement
Pada tiap-tiap level bisnis (organisasi) harus diketahui siapa saja stakeholder-nya atau pihakpihak yang berkepentingan pada bisnis tersebut. Selanjutnya diidentifikasikan permintaan/ keinginan (requirement) mereka terhadap bisnis yang diistilahkan dengan Stakeholder Requirement. Stakeholder dapat meliputi; pemegang saham/pemilik, lingkungan sosial, pegawai/karyawan, pemerintah/instansi lain.
2.2 External Monitor
External monitor dilakukan untuk mengetahui posisi organisasi terhadap pesaing dan performansi/kinerja kelas dunia.
2.3 Objectives
Penyusunan tujuan (objectives) harus didasarkan pada keterlibatan dan prioritas perkembangan kebutuhan bersama dengan target dan skala waktu yang tepat. Menurut Suwignjo (2000) dengan menggunakan cause effect tool seperti RONA, ROI trees dapat memberikan keterangan bahwa tujuan diperoleh melalui analisa yang akurat. Tujuan seharusnya juga didasarkan pada pemikiran sejumlah masukan, yaitu; permintaan stakeholder, praktek dan performansi bisnis kelas dunia, competitif gaps dan rencana pesaing, tingkat performansi dimana organisasi mampu mencapainya dengan berbagai batasan yang ada disebut target realistis, tingkat performansi dimana organisasi memiliki kemampuan untuk mencapainya dengan menghilangkan berbagai batasan yang ada yang dikatakan sebagai target potensial (Suwignjo, 2000).
2.5 Performance Measures
Suatu bisnis (organisasi) seharusnya memiliki pengukuran performansi yang benar-benar
menunjukkan tingkat performansi yang dicapai, serta mampu menunjukkan seberapa berhasil
pencapaian tujuan pada tiap level. Pengukuran performansi untuk setiap bisnis memiliki perbedaan, oleh sebab itu diperlukan kejelian dan pemahaman yang baik dari bisnis agar diperoleh pengukuran performansi yang benar. Untuk memperoleh ukuran performansi atau KPI yang benar perlu dilakukan validasi terhadap KPI yang dibuat. Kemudian apabila KPI tersebut sudah valid, maka KPI dispesifikasikan untuk memudahkan dalam proses pengukurannya. Proses spesifikasi KPI ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi yang jelas tentang KPI, tujuan, keterkaitan dengan objectives, target dan ambang batas, formula/cara mengukur KPI, frekuensi pengukuran, frekuensi review, siapa yang mengukur, dan apa yang mereka kerjakan.
3. PERANCANGAN SPK
Proses perancangan SPK dilaksanakan berdasarkan kerangka kerja IPMS dan pendekatan
sistem organisasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Stakeholder requirement.
2. External Monitoring.
3. Menentukan tujuan-tujuan (objectives) Jurusan.
4. Menentukan ukuran-ukuran kinerja (measures) yang biasa disebut KPI.
5. Melakukan validasi KPI.
6. Spesifikasi KPI.
7. Pembobotan KPI.
8. Scoring system SPK.
3.1 Identifikasi Stakeholder Requirement
Sebelum mengidentifikasi stakeholder requirement, pertama-tama dilakukan pembagian level bisnis/organisasi menjadi empat level bisnis sesuai dengan kerangka kerja IPMS dan pendekatan sistim organisasi jurusan seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan pendekatan sistem dan pembagian level organisasi dapat diketahui stakeholder Jurusan adalah pihak universitas/fakultas, manajemen jurusan, mahasiswa, dosen, karyawan, industri, dan masyarakat. Dari masing-masing stakeholders tersebut kemudian diidentifikas requirement-nya. Setelah semua requirement (keinginan) dari masing-masing stakeholder ditulis, kemudian dilakukan seleksi untuk melihat adanya kesamaan requirement dari masing-masing stakeholder. Berdasarkan hasil seleksi maka dapat diidentifikasi 15 requirement
.Tabel 1. Hasil Identifikasi Stakeholder Requirement

Stakeholder Requirement

1. Pelaksanaan pendidikan di Jurusan berjalan dengan baik.
2. Keuangan Jurusan dikelola dengan baik dan bertanggung jawab.
3. Lulusan yang dihasilkan Jurusan relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
4. Terealisasinya program-program Jurusan.
5. Meningkatnya minat baca dan belajar mahasiswa.
6. Pelaksanaan perkuliahan sesuai dengan silabus, GBPP dan SAP.
7. Meningkatnya kualitas penelitian dosen dan mahasiswa.
8. Kesejahteraan dan reward SDM Jurusan diperhatikan.
9. Kelancaran proses pengurusan kenaikan pangkat.
10. Ketersediaan alat bantu proses belajar mengajar sebelum perkuliahan dimulai.
11. Cepat lulus dengan indek prestasi (IP) tinggi dan cepat kerja.
12. Tersedianya modul/diktat mata kuliah dan petunjuk praktikum.
13. Mudah mendapatkan tempat kerja praktek (KP).
14. Mendapatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan mampu berkomunikasi dalam bahasa
inggris.
15. Lulusan yang peduli terhadap permasalahan di masyarakat.


3.2 External Monitoring
External monitor/bencmarking dilakukan dengan cara riset in-house terhadap beberapa pustaka seperti; Rencana Strategis Universitas Mataram 1997-2006 (Universitas Mataram, 1998), Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Program Studi Teknik Mesin Universitas Mataram (Yudhyadi, dkk., 1999), Proposal Semi-Que IV (Jurusan Teknik Mesin, 2001), Peningkatan Akademik Atmosfir di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS (Triyogi, 2002), dan Laporan Tahunan Proyek DUE-Like IV (Universitas Mataram, 2002). Hasil studi menunjukkan bahwa kemampuan Jurusan Teknik Mesin dalam memenuhi keinginan stakeholder masih dibawah rata-rata.
3.3 Penetapan Objective
Setelah stakeholder requirement ditentukan, kemudian ditetapkan objectives-nya. Dari hasil
penelitian ini dapat ditentukan 27 objectives sebagai upaya yang akan dilakukan Jurusan untuk memenuhi keinginan (requirement) dari stakeholder. Kedua puluh tujuh objectives yang dimaksud dapat dilihat dalam Tabel 2.

3.4 Penetapan KPI
KPI ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian masing-masing objectives
3.5 Validasi KPI
Validasi KPI dilakukan setelah KPI yang teridentifikasi disusun dalam bentuk hirarki SPK dengan level teratas kinerja Jurusan Teknik Mesin, level dibawahnya adalah kriteria kinerja Jurusan, dan level paling bawah adalah KPI seperti Gambar 3. Proses validasi ini dilakukan dengan cara mengembalikan hirarki SPK tersebut kepada pengambil keputusan di Jurusan untuk memberikan penilaian apakah KPI dan hirarki SPK yang ada sudah sesuai atau tidak dalam arti valid atau perlu perbaikan. Berdasarkan proses validasi yang dilakukan ternyata KPI yang tersusun dinyatakan valid berdasarkan pendekatan sistem organisasi jurusan.
3.6 Spesifikasi KPI
Proses spesifikasi KPI ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi yang jelas tentang KPI, tujuan, keterkaitan dengan objectives, target dan ambang batas, formula/cara mengukur KPI, frekuensi pengukuran, frekuensi review, siapa yang mengukur, dan apa yang mereka kerjakan, seperti contoh dalam Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi KPI
KPI
Diskripsi Rasio dosen berpendidikan lanjut.
Tujuan Untuk memastikan kualitas pendidikan dosen selalu meningkat dari
waktu ke waktu, sehingga pendidikan di jurusan dapat berjalan dengan baik.
Terkait dengan Objectives-“Kualitas dosen dan karyawan ditingkatkan”
Target dan ambang batas Seratus persen (100%) dan minimum 85% telah berpendidikan
lanjut (terjadi peningkatan dosen berpendidikan lanjut 15%).
Formula/cara mengukur {[Jumlah dosen S3) / Total dosen] x 100%}.
Frekuensi pengukuran Setahun sekali.
Frekuensi review Setahun sekali.
Siapa yang mengukur Tim evaluasi dan pengendalian kinerja jurusan.
Sumber data Data kompetensi dosen di jurusan.
Siapa yang punya KPI Universitas, Fakultas, Jurusan, Dosen.

3.7 Pembobotan KPI
Setelah terbentuk indikator-indikator kinerja(KPI) Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram maka langkah berikutnya adalah mencari bobot dari masing-masing-masing KPI berdasarkan hirarki kinerja yang terbentuk dengan menggunakan pendekatan Analitic Hierarchy Process, AHP (Saaty, 1991). Alat yang digunakan untuk mengetahui bobot adalah berupa kuisioner. Kuesioner tersebut bersifat tertutup yang berisikan kriteria-kriteria dan KPI yang diberikan pada satu orang ahli, yaitu Ketua Jurusan Teknik Mesin untuk memberikan bobot dengan penilaian berupa perbandingan berpasangan (pairwise). Data yang diperoleh dari kuisioner kemudian diolah dengan menggunakan program komputer berupa Software Expert Choise Version 9.0 (1995). Hasil pembobotan terhadap kriteria kinerja Jurusan Teknik Mesin dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini. Dari sembilan kriteria yang ada ternyata kriteria Kurikulum memiliki bobot terbesar yaitu 0.189. Ini berarti bahwa kriteria kurikulum harus mendapatkan perhatian yang besar dari Jurusan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Sedangkan bobot terkecil adalah kriteria external party yaitu 0.049, artinya bahwa kriteria external party belum begitu mendesak untuk ditindaklanjuti dalam rangka meningkatkan kinerja Jurusan.

Tabel 4. Bobot Kriteria Kinerja Jurusan Teknik Mesin.
Kriteria Bobot
Kurikulum 0,111
Mahasiswa 0,111
Finansial 0,111
Sumber Daya Manusia (SDM) 0,111
Administrasi Akademik 0,111
Proses Pembelajaran 0,111
Alumni 0,111
Evaluasi dan Pengendalian 0,111
External Party 0,111
Kesimpulan Konsisten
Sumber: Hasil Pembobotan Expert Choice.

3.8 Scoring System SPK
Pencapaian Kinerja Jurusan Teknik Mesin sangat bergantung pada hasil (score) yang dicapai oleh masing-masing indikator (KPI). Untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap target dari masing-masing KPI perlu dibuatkan scoring system seperti contoh Gambar 4. Scoring system ini harus dibuat bersama-sama dengan traffic light system untuk memberikan rambu-rambu atau tanda, apakah nilai score dari KPI tersebut perlu perbaikan (improvement) atau tidak. Dalam rancangan ini traffic light system dibuat menggunakan tiga warna yaitu; warna merah, kuning, dan
hijau. Warna merah menandakan score dari KPI tidak mencapai target atau di bawah target dengan score 0-55. Warna kuning memberikan indikasi bahwa score yang dicapai perlu ditingkatkan dengan memberikan batasan 56 – 79. Terakhir warna hijau menandakan bahwa score
yang didapat sesuai dengan target yaitu; score 80 - 100.