Sabtu, 17 Januari 2009

pengukuran kinerja

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM
PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED
PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS
(Studi Kasus: Jurusan Teknik Industri Universitas MUHAMMADIYAH GRESIK)

ABSTRAK
Untuk menjamin kualitas pendidikan di Jurusan Teknik Mesin, diperlukan sebuah rancangan sistem pengukuran kinerja (SPK) yang terintegrasi dengan metode IPMS (Integrated Performance Measurement Systems). Dengan metode IPMS, Key Performance Indicators (KPI) Jurusan Teknik Mesin ditentukan berdasarkan stakeholder requirement melalui empat tahapan yaitu; identifikasi stakeholder requirement, external monitor, penetapan objectives, dan identifikasi KPIs. Hasil perancangan SPK di Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram, dapat mengidentifikasi 38 KPIs yang dikelompokkan dalam 9 kriteria kinerja Jurusan Teknik Mesin, yaitu; kurikulum, mahasiswa, finansial, SDM, administrasi akademik, proses pembelajaran, alumni, evaluasi dan pengendalian, dan external party.
Kata Kunci : Sistem Pengukuran Kinerja, IPMS, Teknik Mesin Unram.

ABSTRACT
To assure the quality of education in the Department of Mechanical Engineering, we need to design an integrated performance measurement system. For that purpose, we used the IPMS (Integrated Performance Measurement Systems) method. Using the IPMS method, Key Performance Indicators (KPIs) of the Department of Mechanical Engineering were determined by pursuant to stakeholder requirement through four steps. Those are identifying the stakeholder requirement, external monitor, stipulating objectives, and identification of KPIs. Performance measurement system with the IPMS method in the Department of Mechanical Engineering of Mataram University can be identified into 38 KPIs grouped in 9 criterias of performance of the Department of Mechanical Engineering, that are curriculum, student, financial, human resources, administration academic, teaching and learning, alumnus, evaluation and operation, and externalparty.
Keywords: Performance Measurement System, IPMS, Mechanical of Engineering Unram.
1. PENDAHULUAN
Salah satu aspek kritis dari setiap usaha yang dilakukan adalah apakah usaha tersebut akan berhasil diselesaikan (sukses) untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pertanyaan tersebut berlaku juga untuk penelitian yang produk penelitiannya berupa objek yang harus terukur oleh seperangkat pengukuran tertentu. Pertanyaan mengenai usaha penelitian apa yang harus dipertimbangkan keberhasilannya masih menjadi topik perdebatan hangat serta membuka pencarian suatu mekanisme efektif dan menjadi indikasi bagaimana penelitian harus diuji.
Indikator kesuksesan penelitian merupakan hal yang sangat penting. Ini merupakan jalan efektif untuk menentukan kinerja dari penelitian dan nilai tambah suatu hasil penelitian. Di beberapa negara seperti di Indonesia penggunaan indikator keberhasilan untuk menguji penelitian secara umum telah dilakukan, namun tidak ada bukti yang kuat mengenai adanya suatu model indikator keberhasilan standar yang berlaku umum serta menyeluruh. Dalam setiap negara, institusi penelitian dan atau lembaga penelitian boleh menggunakan skema, mekanisme, dan standar yang berbeda untuk menguji outcome penelitian yang sesuai dengan ciri penelitiannya, terlebih lagi seiring dengan berjalannya waktu, interpretasi mengenai indikator kesuksesan suatu penelitian berubah untuk menjawab perubahan karakteristik penelitian.
Penggunaan indikator kinerja perlu diperhatikan jika indikator tersebut akan diterapkan dalam perekomendasian pada investigasi yang dilakukan. Bourke dan Butler (1993) mengobservasi bahwa keistimewaan mendasar dari penelitian modern adalah sangat multidisiplin, jadi penggunaan indikator kinerja harus mengamati struktur intelektual dan orientasi lapangan dari unit yang diteliti. Lynn Grigg (1993) selanjutnya mencermati bahwa sepanjang dekade penelitian internasional mengenai indikator kinerja hingga saat sekarang ini belum ada konsensus mengenai indikator yang disepakati untuk luaran dan impact suatu penelitian. Tambahan lagi dalam menggunakan indikator, Grigg mengingatkan bahwa agar proses evaluasi menjadi lebih efektif, maka perlu dimasukkan aspek pengembangan atau improvement-oriented planning dan intention. Berdasarkan hal tersebut diatas perlu dipahami bahwa indikator kinerja untuk penelitian tidak bersifat universal dan statis, melainkan harus sesuai dengan perubahan karakteristik penelitian itu sendiri.
Perkembangan indikator kinerja penelitian atau sukses indikator penelitian tergantung kepada setting dari penelitian itu sendiri. Indikator keberhasilan penelitian individual berbeda dari penelitian institusi yang mengawasi dan mengatur penelitian dengan skala yang lebih luas. Begitu pula halnya dengan indikator keberhasilan penelitian di universitas yang berbeda dari penelitian non universitas. Perbedaan tidak terletak pada skema pendanaan tetapi lebih pada kenyataan bahwa penelitian di universitas juga terkait dan melayani pendidikan. Konsekuensinya pengukuran keberhasilannya harus berbeda juga.
Secara umum indikator kesuksesan dapat dikembangkan dan diimplementasikan dalam dua level, yakni secara makro dan secara mikro. Tingkat mikro adalah untuk penelitian individual, sedangkan tingkat makro adalah untuk penelitian yang bersifat umum.
Pentingnya pengukuran kinerja tidak hanya diperlukan dan dilakukan dalam dunia bisnis tetapi juga dalam dunia pendidikan. Demikian pentingnya pengukuran kinerja dalam pengelolaan Perguruan Tinggi atau dunia pendidikan, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memasukkannya dalam format manajemen baru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan dilakukan dengan memasukkan penilaian, akreditasi dan evaluasi diri institusi yang dilakukan terhadap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (Soehendro, 1996).
Dengan membentuk Badan Akreditasi Nasional (BAN), Departemen Pendidikan Nasional berusaha mengawasi dan membina mutu pendidikan tinggi. Mutu Pendidikan sebagai kewajiban konstitusinya dengan menjadikan beberapa indikator kinerja dari suatu Perguruan Tinggi sebagai parameternya. Terlepas dari manfaat yang diperoleh, sistem penilaian kinerja Badan Akreditasi Nasional (BAN) masih terdapat beberapa kelemahannya. Kelemahan yang utama adalah karena lebih menekankan pada penilaian terhadap kriteria dan persyaratan perizinan atau pelaksanaan Perguruan Tinggi, sehingga lebih bersifat administratif. Padahal pengenalan kualitas kinerja untuk merencanakan kegiatan fungsional menuju peningkatan kualitas yang berkelanjutan masih belum terwujud sepenuhnya (Vanany, 1999). Agar kualitas kinerja berkelanjutan, perlu dikorelasikan dengan strategi jangka panjang dengan merujuk pada visi, misi yang telah ditetapkan. Menurut Brojonegoro (1999) dalam makalah pada Teaching Improvement Workshop, menekankan agar perguruan tinggi di Indonesia menyusun rencana strategis jangka panjang untuk merealisasikan visi dan misi yang telah ditetapkan. Dari rencana strategis tersebut kemudian diturunkan menjadi rencana operasional yang diimplementasikan setiap tahun. Dengan adanya rencana tersebut maka keterkaitan antara program dengan target pencapaian dapat diketahui dan ini yang merupakan
salah satu indikator kinerja perguruan tinggi. Belum adanya sistem kearsipan yang rapi dan teratur, tidak ada sistem database yang memadai, sistem administrasi yang belum teratur, belum efektifnya evaluasi yang berkelanjutan dari kesesuaian kurikulum dengan kualitas lulusan yang dibutuhkan oleh pemakai lulusan, tidak adanya kontrol terhadap implementasi kurikulum dan silabus pada proses belajar mengajar, dan lain-lain. Dengan demikian banyak dan kompleknya permasalahan yang ada, maka Jurusanberusaha mengambil langkah-langkah prioritas dalam menyelesaikan permasalahan dan untuk meningkatkan kinerjanya. Ada tiga prioritas yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja (performance) Jurusan Teknik Mesin yaitu: pembenahan manajemen pelayanan Jurusan, manajemen pembelajaran, manajemen hubungan dengan dunia luar. Untuk mengukur tingkat keberhasilan, efisiensi, dan efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan, diperlukan sebuah sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan dan implementasinya.Sampai saat ini sistem pengukuran kinerja dan implementasinya di Jurusan Teknik Industri UMG belum ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan perancangan dan implementasi sistem pengukuran kinerja di Jurusan Teknik Industri UMG. Dengan perancangan sistem pengukuran kinerja dan implementasinya diharapkan dapat mewujudkan manajemen Jurusan Teknik Industri yang terintegrasi dengan jaminan mutu. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk merancang sistim pengukuran kinerja di Jurusan Teknik Industri UMG. Secara lebih detail tujuan dari penelitian ini adalah sebagaiberkut:
1. Menentukan ukuran-ukuran kinerja (measures) yang biasa disebut KPI.
2. Memperoleh rancangan/cetak biru SPK Jurusan Teknik Industri UMG.
1.2. Indikator Keberhasilan Riset
Indikator untuk penelitian individual ditekankan pada pengukuran sejauh mana tingkat keberhasilan suatu penelitian individual dibandingkan terhadap seperangkat pedoman yang telah ditetapkan. Jika penelitian dilihat sebagai suatu sistem, indikator kesuksesan penelitian dapat dibagi dalam empat aspek. Pada setiap aspek, penelitian individual harus dilakukan. Walaupun harus diuji secara terpisah, penilaian sistem penelitian tersebut harus mampu mengarah pada kinerja penelitian individual secara menyeluruh.
1.2.1. Indikator Masukan
Indikator kinerja input digunakan untuk menilai input dari suatu sistem penelitian individual, yakni berupa pengukuran kualitas sumber yang digunakan untuk menjalankan suatu penelitian, seperti:
1- kualitas sampel (data terkini, time series data)
2- kualitas pakar yang berkaitan dengan data
3- kualitas dan kuantitas sumber dana
4- sistem pendanaan
5- jumlah SDM dan kepakaran serta pengalaman material
6- kualitas sistem informasi
7- pengukuran individual lainnya
1.2.2. Indikator Proses
Selama pelaksanaan penelitian, aspek berikut ini dapat digunakan sebagai indikator kinerja:
1- efisiensi aktivitas penelitian
2- individual versus penelitian multi dan cross – disiplin
3- metodologi penelitian
4- kemajuan pelaksanaan tahapan penelitian
5- metode komunikasi didalam tim penelitian
6- kuantitas dan kualitas laporan kemajuan dalam menyampaikan kemajuan penelitian kepada stakeholders.

Aspek di atas akan mengindikasikan bagaimana penelitian individual dilaksanakan dan dihasilkan. Pelaksanaan, pengukuran indikator kinerja diatas secara umum diterapkan selama proses monitoring berlangsung. Indikator kinerja diatas dianggap kritis karena indikator tersebut mengukur kemampuan penelitian untuk tetap berjalan selama pelaksanaan penelitian dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Kegagalan menjaga progresivitas penelitian akan membawa kegagalan pencapaian tujuan.
1.2.3. Indikator Luaran

Penilaian mekanisme penelitian individual yang mungkin paling umum dilakukan adalah mengukur output-nya. Kinerja penelitian dapat diuji berdasar pada kualitas output-nya yang dindikasikan dengan:
1. Produced output
Produced output merupakan pengukuran output penelitian yang didasarkan pada hasil penelitian. Indikator output yang dihasilkan antara lain:
1- jumlah publikasi
2- jumlah paten
3- jumlah pasal dalam buku
4- jumlah makalah seminar dipublikasi

2. Consumed output
Consumed output adalah indikator kinerja yang dihasilkan dari penggunaan/aplikasi output penelitian. Indikator ini umumnya mengukur bagaimana output penelitian individual dapat mempengaruhi dan digunakan atau dipakai oleh peneliti lain atau aktivitas pendidikan.
Indikator untuk consumed output adalah:
1- Jumlah sitasi dalam paper skala nasional dan internasional, dan
2- Jumlah bahasan dan doktor yang dihasilkan, untuk kasus penelitian akademik
1.2.4. Indikator hasil
Pengujian terakhir terhadap penelitian individual adalah dengan melakukan pengukuran dampak produk penelitian individual secara menyeluruh. Umumnya keberhasilan suatu penelitian diukur terhadap bagaimana suatu outcome penelitian dapat berdampak secara internal dan eksternal kepada lingkungan komunitas dari penelitian.
1- Internal impact, secara internal, riset impact diukur berdasarkan perkembangan metode teori dan inovasi baru sesudah menentukan kinerja output, kemudian ditentukan berapa lama produce output menjadi knowledge domain dari sains.
2- External impact, indikator untuk riset outcome mengukur dampak dari outcome penelitian individual kepada komunitas dan lingkungan di luar knowledge domain penelitian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian yang harus berhenti setelah menghasilkan produce output, tidak menghasilkan manfaat yang lain bagi komunitas eksternal.
Dalam kenyataannya, banyak penelitian di Indonesia berhenti pada producing output, misalnya berhenti setelah menghasilkan laporan tanpa usaha melakukan diseminasi hasil penelitian.
External outcome perfomance indicator antara lain adalah:
1- Dampak research outcome kepada kebijakan pemerintah dalam sosial, politik, ekonomi dan aspek lingkungan.
2- Dampak research outcome kepada masyarakat sekitar/lingkungan.
1.2.5. Indikator Keberhasilan Riset Akademik
Indikator kinerja suatu penelitian akademik, yang penelitiannya dilakukan pada konteks lingkungan akademis, secara umum memiliki persamaan dengan penelitian orang lain. Perbedaan yang cukup mendasar memberikan bentuk penelitian akademis yang lebih umum. Sehubungan dengan indikator kinerja yang bersifat umum, penelitian-penelitian akademis harus memenuhi karakteristik aspek-aspek akademis, seperti pendidikan dan kepakaran ilmu.
Secara umum, kinerja dari suatu output penelitian akademik diukur hanya dengan suatu produced output, seperti jumlah artikel yang dipublikasikan di dalam jurnal terkemuka. Pada kenyataannya, seharusnya kinerja ini juga diukur dengan penggunaan consumed output oleh para peneliti lain dalam bentuk sitasi dan kualitas jurnal ilmiah dimana consumed output dinyatakan.
Indikator untuk kinerja penelitian akademik adalah:
1- jumlah buku yang dipublikasikan per staf pengajar
2- jumlah buku yang diedit dan dipublikasikan staf pengajar
3- jumlah bab dalam buku per staf pengajar
4- jumlah artikel direferensikan yang dipublikasi per staf pengajar
5- pekerjaan kreatif dan luaran sejenis lainnya per staf pengajar
6- pengembalian investasi
1.2.6. Usulan Indikator Kinerja Riset
Berdasarkan review indikator kinerja penelitian saat ini, terdapat platform umum untuk menguji keberhasilan dari usaha penelitian. Penetapan kinerja atau indikator keberhasilan penelitian harus mempertimbangkan adanya dua level penelitian, yaitu pada level penelitian individual dan level manajemen penelitian.
Pada level penelitian individual, indikator harus dapat mengukur kualitas penelitian secara internal. Hampir semua pengukuran bersifat kualitatif dan dapat dilakukan self-assessment. Indikator kinerja input dan indikator kinerja proses adalah dua indikator yang dapat memperlihatkan bagaimana suatu penelitian individual yang berhasil dapat diperoleh. Kedua indikator utama ini dapat diimplementasikan secara internal. Setiap peneliti individual dapat memelihara kulitas kemajuan penelitiannya berdasarkan pada pedoman yang telah ditentukan. Mengingat sebagian besar dari indikator menentukan aspek internal dari suatu program penelitian, peneliti harus mampu melakukan self assess untuk mengukur kemajuan penelitiannya sendiri.
Sebaliknya indikator kinerja output akan diukur dengan cara yang lebih bersifat kuantitatif dan dilaksanakan oleh pihak eksternal. Indikator kinerja outcome mengukur dampak penelitian secara internal dan eksternal. Menguji dampak internal suatu penelitian dapat dianggap suatu pekerjaan yang mudah dilaksanakan, sementara mengukur dampak penelitian pada lingkungan masyarakat secara eksternal jauh lebih sulit untuk dilaksanakan. Untuk yang pertama dapat ditentukan secara internal sedangkan yang terakhir harus melibatkan berbagai aspek yang lebih besar dan jauh lebih kompleks.
Pada level yang lebih tinggi indikator untuk mengukur keberhasilan suatu penelitian harus juga ditentukan. Penetapan indikator keberhasilan penelitian pada level manajemen meliputi seluruh indikator yang dapat mengukur keberhasilan institusi dan manajemen penelitian dalam proses promosi, pemeliharaan dan peningkatan kualitas penelitian individual. Sehingga indikator keberhasilan di sini harus dapat mengindikasikan keberhasilan seluruh penelitian individual secara mengglobal di bawah pengawasan atau manajemennya, demikian juga dengan dukungan dan pencapaian keberhasilan penelitian individual.
Pada tingkat universitas, indikator kinerja dapat dikembangkan berdasarkan pada pengukuran kinerja dari output penelitian akademik. Indikator ini harus digunakan untuk menilai bagaimana tingkat keberhasilan suatu lembaga penelitian universitas atau pusat penelitian, dalam mendapatkan manajemen penelitian yang baik. Pengukuran ini harus menunjukkan secara jelas nilai tambah suatu penelitian kepada komunitas akademika (internal dan eksternal) sebaik kepada masyarakat luas. Kinerja dari output akademik ditunjukkan dalam indikator kuantitatif sebagai berikut:
1- jumlah buku yang dipublikasikan per jumlah staf
2- jumlah buku yang diedit dan dipublikasikan per jumlah staf pengajar
3- jumlah chapter direferee dalam buku per staf akademik
4- jumlah artikel berjuri per staf akademik
5- jumlah publikasi per staf pengajar pada pertemuan ilmiah nasional maupun internasional
6- karya kreatif dan luaran sejenis lainnya per staf pengajar
7- pengembalian investasi
Dimana secara kualitatif, kinerja dari indikator akademik akan mengukur tingkat kualitas penelitian yang berada di bawah organisasi lembaga penelitian universitas.
1.2.7. Gambaran Kinerja Riset Nasional

Hingga saat ini diakui bahwa kinerja riset-riset nasional Indonesia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok dan kelembagaan, masih sangat rendah. Hal ini tentunya tercermin pula pada program riset nasional seperti RUT dan RUK. Untuk mengetahui kinerja riset-riset tersebut, maka dalam studi ini dilakukan kajian melalui pemantauan dan evaluasi manfaat serta dampak program RUT dan RUK. Diharapkan gambaran yang diperoleh dari studi dapat secara obyektif menggambarkan kondisi kinerja pengelola riset dalam program RUT dan RUK.
Sebagai bandingan, Thulstrup menyatakan bahwa riset-riset di banyak negara berkembang masih mengalami hambatan dan kinerjanya masih kurang memuaskan. Hal ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk:
1• Riset di negara berkembang umumnya masih digunakan sebagai media pelatihan bagi peneliti, sehingga hasil yang diperolehnya pun menjadi tidak banyak berarti selain peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
2• Keberhasilan pelaksanaan riset terapan sangat rendah, sementara riset-riset lain juga sering kali belum memuaskan hasilnya. Dengan hasil riset terapan yang rendah ini maka pemanfaatan langsung riset oleh masyarakat menjadi rendah pula.
3• Pengaruh riset terhadap pertumbuhan ekonomi negara masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan sulitnya bagi pengambil keputusan untuk meningkatkan alokasi dana riset yang lebih besar, karena manfaat riset tersebut masih dipertanyakan.
4• Pemantauan terhadap riset lebih ditekankan (dipentingkan) terhadap input ketimbang hasil yang dicapai. Hal ini terlihat dari konsentrasi pematauan dan evaluasi riset yang lebih mengutamakan pada ketertiban administratif dan finansial daripada keberhasilan substansial.
5• Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa kegagalan proyek-proyek riset utama disebabkan karena pengabaian tujuan dan sasaran riset, serta ketidak-seimbangan antara pembiayaan proyek riset dengan kebijakan pelaksanaan.
Dari indikasi di atas lebih lanjut Thulstrup menyimpulkan bahwa kegagalan-kegagalan riset di negara-negara berkembang tersebut sering kali terjadi karena hal-hal berikut:
1• Peralatan yang kurang memadai dan/atau tidak berfungsi dengan baik
2• Dana untuk kegiatan operasi dan perawatan yang tidak memadai
3• Waktu peneliti yang tidak cukup terkonsentrasi pada satu topik penelitian
4• Teknisi kurang terlatih
5• Kurangnya kerjasama antar peneliti
6• Rendahnya pengawasan terhadap mutu dan efisiensi riset
7• Kurang memadainya insentif bagi peneliti dan sangat bergantung pada kebijakan nasional
2. INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM (IPMS)
Integrated Performance Measurement System, yang selanjutnya disebut IPMS merupakan
sistem baru pengukuran kinerja yang dibuat di Centre for Strategic Manufacturing, University of Strathclyde, Glasgow (Suwignjo, 2000), dengan tujuan mendeskripsikan dalam arti yang tepat bentuk dari integrasi, efektif dan efisien SPK, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka dideskripsikan sebagai berikut:
1 Komponen pokok dari sistem pengukuran kineja.
2. Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan.
Model IPMS membagi level bisnis suatu organisasi menjadi 4 level seperti Gambar 1, yaitu:
Business (Corporate – Bisnis Induk), Business Unit (Unit Bisnis), Business Process (Proses
Bisnis), dan Activity (Aktivitas Bisnis). Sehingga perancangan SPK dengan model IPMS harus
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: identifikasi stakeholder dan requirement, melakukan External Monitor (Benchmarking), menetapkan objectives bisnis, mendefinisikan measures/KPI, melakukan validasi KPI, dan spesifikasikan KPI.
2.1 Stakeholder Requirement
Pada tiap-tiap level bisnis (organisasi) harus diketahui siapa saja stakeholder-nya atau pihakpihak yang berkepentingan pada bisnis tersebut. Selanjutnya diidentifikasikan permintaan/ keinginan (requirement) mereka terhadap bisnis yang diistilahkan dengan Stakeholder Requirement. Stakeholder dapat meliputi; pemegang saham/pemilik, lingkungan sosial, pegawai/karyawan, pemerintah/instansi lain.
2.2 External Monitor
External monitor dilakukan untuk mengetahui posisi organisasi terhadap pesaing dan performansi/kinerja kelas dunia.
2.3 Objectives
Penyusunan tujuan (objectives) harus didasarkan pada keterlibatan dan prioritas perkembangan kebutuhan bersama dengan target dan skala waktu yang tepat. Menurut Suwignjo (2000) dengan menggunakan cause effect tool seperti RONA, ROI trees dapat memberikan keterangan bahwa tujuan diperoleh melalui analisa yang akurat. Tujuan seharusnya juga didasarkan pada pemikiran sejumlah masukan, yaitu; permintaan stakeholder, praktek dan performansi bisnis kelas dunia, competitif gaps dan rencana pesaing, tingkat performansi dimana organisasi mampu mencapainya dengan berbagai batasan yang ada disebut target realistis, tingkat performansi dimana organisasi memiliki kemampuan untuk mencapainya dengan menghilangkan berbagai batasan yang ada yang dikatakan sebagai target potensial (Suwignjo, 2000).
2.5 Performance Measures
Suatu bisnis (organisasi) seharusnya memiliki pengukuran performansi yang benar-benar
menunjukkan tingkat performansi yang dicapai, serta mampu menunjukkan seberapa berhasil
pencapaian tujuan pada tiap level. Pengukuran performansi untuk setiap bisnis memiliki perbedaan, oleh sebab itu diperlukan kejelian dan pemahaman yang baik dari bisnis agar diperoleh pengukuran performansi yang benar. Untuk memperoleh ukuran performansi atau KPI yang benar perlu dilakukan validasi terhadap KPI yang dibuat. Kemudian apabila KPI tersebut sudah valid, maka KPI dispesifikasikan untuk memudahkan dalam proses pengukurannya. Proses spesifikasi KPI ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi yang jelas tentang KPI, tujuan, keterkaitan dengan objectives, target dan ambang batas, formula/cara mengukur KPI, frekuensi pengukuran, frekuensi review, siapa yang mengukur, dan apa yang mereka kerjakan.
3. PERANCANGAN SPK
Proses perancangan SPK dilaksanakan berdasarkan kerangka kerja IPMS dan pendekatan
sistem organisasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Stakeholder requirement.
2. External Monitoring.
3. Menentukan tujuan-tujuan (objectives) Jurusan.
4. Menentukan ukuran-ukuran kinerja (measures) yang biasa disebut KPI.
5. Melakukan validasi KPI.
6. Spesifikasi KPI.
7. Pembobotan KPI.
8. Scoring system SPK.
3.1 Identifikasi Stakeholder Requirement
Sebelum mengidentifikasi stakeholder requirement, pertama-tama dilakukan pembagian level bisnis/organisasi menjadi empat level bisnis sesuai dengan kerangka kerja IPMS dan pendekatan sistim organisasi jurusan seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan pendekatan sistem dan pembagian level organisasi dapat diketahui stakeholder Jurusan adalah pihak universitas/fakultas, manajemen jurusan, mahasiswa, dosen, karyawan, industri, dan masyarakat. Dari masing-masing stakeholders tersebut kemudian diidentifikas requirement-nya. Setelah semua requirement (keinginan) dari masing-masing stakeholder ditulis, kemudian dilakukan seleksi untuk melihat adanya kesamaan requirement dari masing-masing stakeholder. Berdasarkan hasil seleksi maka dapat diidentifikasi 15 requirement
.Tabel 1. Hasil Identifikasi Stakeholder Requirement

Stakeholder Requirement

1. Pelaksanaan pendidikan di Jurusan berjalan dengan baik.
2. Keuangan Jurusan dikelola dengan baik dan bertanggung jawab.
3. Lulusan yang dihasilkan Jurusan relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
4. Terealisasinya program-program Jurusan.
5. Meningkatnya minat baca dan belajar mahasiswa.
6. Pelaksanaan perkuliahan sesuai dengan silabus, GBPP dan SAP.
7. Meningkatnya kualitas penelitian dosen dan mahasiswa.
8. Kesejahteraan dan reward SDM Jurusan diperhatikan.
9. Kelancaran proses pengurusan kenaikan pangkat.
10. Ketersediaan alat bantu proses belajar mengajar sebelum perkuliahan dimulai.
11. Cepat lulus dengan indek prestasi (IP) tinggi dan cepat kerja.
12. Tersedianya modul/diktat mata kuliah dan petunjuk praktikum.
13. Mudah mendapatkan tempat kerja praktek (KP).
14. Mendapatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan mampu berkomunikasi dalam bahasa
inggris.
15. Lulusan yang peduli terhadap permasalahan di masyarakat.


3.2 External Monitoring
External monitor/bencmarking dilakukan dengan cara riset in-house terhadap beberapa pustaka seperti; Rencana Strategis Universitas Mataram 1997-2006 (Universitas Mataram, 1998), Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Program Studi Teknik Mesin Universitas Mataram (Yudhyadi, dkk., 1999), Proposal Semi-Que IV (Jurusan Teknik Mesin, 2001), Peningkatan Akademik Atmosfir di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS (Triyogi, 2002), dan Laporan Tahunan Proyek DUE-Like IV (Universitas Mataram, 2002). Hasil studi menunjukkan bahwa kemampuan Jurusan Teknik Mesin dalam memenuhi keinginan stakeholder masih dibawah rata-rata.
3.3 Penetapan Objective
Setelah stakeholder requirement ditentukan, kemudian ditetapkan objectives-nya. Dari hasil
penelitian ini dapat ditentukan 27 objectives sebagai upaya yang akan dilakukan Jurusan untuk memenuhi keinginan (requirement) dari stakeholder. Kedua puluh tujuh objectives yang dimaksud dapat dilihat dalam Tabel 2.

3.4 Penetapan KPI
KPI ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian masing-masing objectives
3.5 Validasi KPI
Validasi KPI dilakukan setelah KPI yang teridentifikasi disusun dalam bentuk hirarki SPK dengan level teratas kinerja Jurusan Teknik Mesin, level dibawahnya adalah kriteria kinerja Jurusan, dan level paling bawah adalah KPI seperti Gambar 3. Proses validasi ini dilakukan dengan cara mengembalikan hirarki SPK tersebut kepada pengambil keputusan di Jurusan untuk memberikan penilaian apakah KPI dan hirarki SPK yang ada sudah sesuai atau tidak dalam arti valid atau perlu perbaikan. Berdasarkan proses validasi yang dilakukan ternyata KPI yang tersusun dinyatakan valid berdasarkan pendekatan sistem organisasi jurusan.
3.6 Spesifikasi KPI
Proses spesifikasi KPI ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi yang jelas tentang KPI, tujuan, keterkaitan dengan objectives, target dan ambang batas, formula/cara mengukur KPI, frekuensi pengukuran, frekuensi review, siapa yang mengukur, dan apa yang mereka kerjakan, seperti contoh dalam Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi KPI
KPI
Diskripsi Rasio dosen berpendidikan lanjut.
Tujuan Untuk memastikan kualitas pendidikan dosen selalu meningkat dari
waktu ke waktu, sehingga pendidikan di jurusan dapat berjalan dengan baik.
Terkait dengan Objectives-“Kualitas dosen dan karyawan ditingkatkan”
Target dan ambang batas Seratus persen (100%) dan minimum 85% telah berpendidikan
lanjut (terjadi peningkatan dosen berpendidikan lanjut 15%).
Formula/cara mengukur {[Jumlah dosen S3) / Total dosen] x 100%}.
Frekuensi pengukuran Setahun sekali.
Frekuensi review Setahun sekali.
Siapa yang mengukur Tim evaluasi dan pengendalian kinerja jurusan.
Sumber data Data kompetensi dosen di jurusan.
Siapa yang punya KPI Universitas, Fakultas, Jurusan, Dosen.

3.7 Pembobotan KPI
Setelah terbentuk indikator-indikator kinerja(KPI) Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram maka langkah berikutnya adalah mencari bobot dari masing-masing-masing KPI berdasarkan hirarki kinerja yang terbentuk dengan menggunakan pendekatan Analitic Hierarchy Process, AHP (Saaty, 1991). Alat yang digunakan untuk mengetahui bobot adalah berupa kuisioner. Kuesioner tersebut bersifat tertutup yang berisikan kriteria-kriteria dan KPI yang diberikan pada satu orang ahli, yaitu Ketua Jurusan Teknik Mesin untuk memberikan bobot dengan penilaian berupa perbandingan berpasangan (pairwise). Data yang diperoleh dari kuisioner kemudian diolah dengan menggunakan program komputer berupa Software Expert Choise Version 9.0 (1995). Hasil pembobotan terhadap kriteria kinerja Jurusan Teknik Mesin dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini. Dari sembilan kriteria yang ada ternyata kriteria Kurikulum memiliki bobot terbesar yaitu 0.189. Ini berarti bahwa kriteria kurikulum harus mendapatkan perhatian yang besar dari Jurusan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Sedangkan bobot terkecil adalah kriteria external party yaitu 0.049, artinya bahwa kriteria external party belum begitu mendesak untuk ditindaklanjuti dalam rangka meningkatkan kinerja Jurusan.

Tabel 4. Bobot Kriteria Kinerja Jurusan Teknik Mesin.
Kriteria Bobot
Kurikulum 0,111
Mahasiswa 0,111
Finansial 0,111
Sumber Daya Manusia (SDM) 0,111
Administrasi Akademik 0,111
Proses Pembelajaran 0,111
Alumni 0,111
Evaluasi dan Pengendalian 0,111
External Party 0,111
Kesimpulan Konsisten
Sumber: Hasil Pembobotan Expert Choice.

3.8 Scoring System SPK
Pencapaian Kinerja Jurusan Teknik Mesin sangat bergantung pada hasil (score) yang dicapai oleh masing-masing indikator (KPI). Untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap target dari masing-masing KPI perlu dibuatkan scoring system seperti contoh Gambar 4. Scoring system ini harus dibuat bersama-sama dengan traffic light system untuk memberikan rambu-rambu atau tanda, apakah nilai score dari KPI tersebut perlu perbaikan (improvement) atau tidak. Dalam rancangan ini traffic light system dibuat menggunakan tiga warna yaitu; warna merah, kuning, dan
hijau. Warna merah menandakan score dari KPI tidak mencapai target atau di bawah target dengan score 0-55. Warna kuning memberikan indikasi bahwa score yang dicapai perlu ditingkatkan dengan memberikan batasan 56 – 79. Terakhir warna hijau menandakan bahwa score
yang didapat sesuai dengan target yaitu; score 80 - 100.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

boss, ada buku yang membahas tentang IPMS ga? klo ada judulnya apa dan pengarangnya siapa? tolong kirim ke alamat ini: skynetcom.cs@gmail.com

Unknown mengatakan...

boss, ada buku yang membahas tentang IPMS ga? kalau ada judulnya apa dan pengarangnya siapa? sy mau TA menggunakan metoda ini. tolong kirim ke alamat email ini yaa : skynetcom.cs@gmail.com. thanks